Kutukan Keluarga: Warisan Gelap
Kutukan Keluarga: Warisan Gelap
Di sebuah desa terpencil di Indonesia, terdapat sebuah rumah tua yang diwariskan turun-temurun dalam keluarga Wijaya. Rumah itu megah, tetapi memiliki aura kelam yang membuat penduduk sekitar enggan mendekat. Konon, keluarga Wijaya menyimpan rahasia mengerikan yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Raka, seorang pemuda yang baru saja menerima warisan rumah tersebut dari kakeknya, kembali ke desa setelah bertahun-tahun merantau. Ia tidak percaya pada cerita mistis yang sering diceritakan warga.
“Aku tidak percaya dengan hal-hal seperti itu, Bu,” ujar Raka pada ibunya, Nyai Sari.
“Nak, ada hal-hal yang tak bisa dijelaskan dengan logika. Rumah itu memiliki kutukan. Kau harus berhati-hati,” jawab Nyai Sari dengan nada cemas.
Meski demikian, Raka tetap bersikeras tinggal di rumah warisan tersebut. Malam pertama berjalan dengan tenang, hingga menjelang pukul tiga pagi. Suara langkah kaki menggema di lorong rumah. Raka yang sedang tertidur tiba-tiba terbangun.
“Siapa itu?” tanyanya sambil menyalakan lampu senter.
Tak ada jawaban. Namun, sebuah suara lirih terdengar dari ruang tamu. Dengan jantung berdegup kencang, ia melangkah pelan ke arah suara.
“Raka... kembalikan apa yang bukan milikmu...”
Suara itu berbisik, membuat bulu kuduknya berdiri. Raka menelan ludah dan berusaha tetap tenang.
“Siapa kau? Tunjukkan dirimu!” teriaknya.
Seketika, lampu di ruangan berkedip-kedip dan bayangan hitam melintas di depan matanya. Raka mundur selangkah, keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Ia pun memutuskan untuk kembali ke kamar, berharap semua hanya ilusi akibat kelelahan.
Namun, gangguan itu tidak berhenti. Malam berikutnya, ia mendengar suara tangisan perempuan. Kali ini, suara itu terdengar lebih dekat, seperti berasal dari dalam kamarnya sendiri.
Dengan tangan gemetar, Raka menghidupkan lampu. Betapa terkejutnya ia saat melihat seorang wanita dengan gaun putih duduk di sudut kamar, wajahnya tertutup rambut panjang.
“Siapa kau?!” Raka mencoba tetap tegar.
Wanita itu perlahan mengangkat kepalanya. Wajahnya penuh luka, matanya hitam pekat.
“Kau harus pergi... kutukan ini milikmu sekarang...”
Raka berlari keluar kamar, napasnya memburu. Ia segera pergi ke rumah ibunya untuk mencari jawaban. Setibanya di sana, Nyai Sari sudah menunggunya di beranda dengan wajah penuh kekhawatiran.
“Ibu tahu sesuatu tentang kutukan ini, bukan?” Raka bertanya dengan suara bergetar.
Nyai Sari menghela napas panjang. “Itu kutukan leluhur kita, Nak. Dahulu, kakek buyutmu mengkhianati seorang dukun sakti. Sebelum meninggal, dukun itu mengutuk keturunan keluarga kita agar selalu dihantui dan tak pernah hidup tenang.”
“Lalu bagaimana cara menghentikannya?”
“Satu-satunya cara adalah dengan mengembalikan pusaka yang telah dicuri oleh kakek buyutmu ke tempat asalnya.”
Tanpa berpikir panjang, Raka meminta bantuan seorang dukun setempat untuk mencari pusaka tersebut. Setelah melakukan ritual, mereka menemukan sebuah kotak tua yang terkubur di bawah rumah.
“Ini dia... benda ini yang menjadi sumber kutukan,” ujar dukun tersebut.
Dengan hati-hati, mereka membawa kotak itu ke sebuah gua tua di pinggir desa, tempat di mana pusaka tersebut seharusnya berada. Begitu kotak itu dikembalikan, angin kencang bertiup, disertai suara jeritan yang menggema di dalam gua.
Setelah kejadian itu, rumah tua keluarga Wijaya menjadi lebih tenang. Raka tidak lagi dihantui, namun ia memutuskan untuk menjual rumah itu dan pergi dari desa, meninggalkan warisan gelap keluarganya selamanya.
Beberapa bulan setelah kejadian itu, Raka mulai hidup baru di kota. Namun, di suatu malam, ia menerima sebuah paket misterius tanpa pengirim. Dengan rasa penasaran, ia membuka paket itu dan menemukan sebuah surat tua serta kotak kayu kecil yang sangat dikenalnya.
“Tidak mungkin... bukankah ini sudah dikembalikan?” gumamnya ketakutan.
Perasaan tidak enak langsung menyelimuti dirinya. Ia segera menghubungi dukun yang dulu membantunya.
“Raka, kau harus segera membakar benda itu! Jika tidak, kutukan akan kembali dan lebih kuat dari sebelumnya!” peringat dukun itu dengan suara cemas.
Tanpa membuang waktu, Raka menyalakan api di halaman rumahnya dan melemparkan kotak itu ke dalamnya. Namun, sebelum api melahap habis, terdengar suara jeritan panjang dari dalam kotak tersebut. Raka terjatuh ke tanah, tubuhnya gemetar.
Keesokan harinya, ia kembali ke gua tempat pusaka itu dikembalikan dan memastikan bahwa tidak ada yang tersisa. Ia berdoa agar kutukan itu benar-benar lenyap.
Namun, di kejauhan, seorang wanita bergaun putih berdiri di balik pepohonan, tersenyum menyeramkan, seakan memberi isyarat bahwa kisah ini belum benar-benar berakhir.
Posting Komentar