Malam Jumat Kliwon: Ritual dan Teror
Malam Jumat Kliwon: Ritual dan Teror
Di sebuah desa terpencil di Jawa, setiap Malam Jumat Kliwon menjadi hari yang mencekam. Warga percaya bahwa pada malam itu, batas antara dunia manusia dan makhluk halus melebur. Tak heran, ritual-ritual mistis dilakukan untuk menolak bala dan mengusir roh jahat.
Pak Raji, seorang sesepuh desa, selalu mengadakan selamatan dengan membakar kemenyan dan membaca doa-doa. "Malam ini jangan keluar rumah, terutama ke kebun belakang. Ada yang menunggu di sana," pesannya kepada warga.
Tetapi, Ardi, pemuda yang baru pulang dari kota, menertawakan mitos itu. "Ah, Pak Raji, kita hidup di zaman modern. Mana ada setan di zaman internet begini?" katanya sambil terkekeh.
Malam pun tiba. Angin berhembus kencang, daun-daun berjatuhan, dan suara burung hantu bersahutan. Ardi yang penasaran akhirnya nekat keluar. Langkahnya membawa ia ke kebun belakang yang dilarang Pak Raji.
Di sana, suasana mencekam. Pohon beringin tua menjulang gelap, dan suara-suara aneh terdengar dari balik semak-semak. Tiba-tiba, hawa dingin merayap di tengkuknya.
"Siapa di sana?" tanya Ardi, suaranya sedikit bergetar.
Sebuah bayangan putih melayang di antara pepohonan. Wajahnya pucat, matanya hitam tanpa bola, dan bibirnya menyeringai mengerikan.
"Aku sudah menunggumu..." suara serak itu terdengar di telinganya.
Ardi terpekik, kakinya lemas. Ia berusaha lari, tetapi tubuhnya kaku. Tiba-tiba, tangan dingin mencengkeram bahunya. Jantungnya berdetak kencang, nafasnya memburu.
"Tolong! Pak Raji!" teriaknya.
Dari kejauhan, Pak Raji bersama beberapa warga datang membawa obor dan membaca doa-doa. Cahaya obor menerangi sosok putih itu, yang perlahan memudar dan menghilang. Ardi terjatuh, wajahnya pucat pasi.
"Sudah kubilang, jangan keluar," kata Pak Raji sambil membantu Ardi berdiri.
Sejak malam itu, Ardi tak pernah lagi meragukan kisah mistis di desanya. Malam Jumat Kliwon tetap menjadi malam penuh ritual dan misteri yang tak boleh diremehkan.
Beberapa hari setelah kejadian itu, Ardi mulai mengalami gangguan aneh. Ia sering terbangun tengah malam dengan keringat dingin, mendengar bisikan-bisikan yang tak jelas sumbernya. Setiap kali ia menutup mata, sosok putih itu muncul dalam mimpi buruknya.
"Pak Raji, saya merasa ada sesuatu yang mengikuti saya," ujar Ardi dengan wajah lesu.
Pak Raji menghela napas panjang. "Kamu sudah melanggar larangan, sekarang harus ada ritual pembersihan."
Warga desa berkumpul di rumah Pak Raji untuk melakukan ritual. Kemenyan dibakar, doa-doa dibacakan, dan sesajen diletakkan di perempatan jalan. Selama prosesi berlangsung, Ardi merasa tubuhnya semakin berat, seolah ada yang mencengkeramnya.
Tiba-tiba, angin berhembus kencang, api lilin berkedip-kedip. Salah satu warga, Mak Ijah, tiba-tiba menjerit. "Dia belum pergi! Dia masih ada di sini!"
Dalam sekejap, lampu padam. Suasana berubah mencekam. Ardi merasakan sesuatu menekan dadanya, membuatnya sulit bernapas. Pak Raji segera mengambil air yang telah didoakan dan menyiramkan ke tubuh Ardi.
Sebuah jeritan panjang terdengar, diikuti oleh bau anyir yang menyengat. Perlahan, beban di tubuh Ardi menghilang. Lampu kembali menyala, dan suasana menjadi lebih tenang.
"Kamu harus lebih berhati-hati, Ardi. Makhluk itu tertarik padamu, dan hanya dengan terus berdoa serta menjaga sikap, kamu bisa terhindar dari gangguan mereka," kata Pak Raji.
Ardi mengangguk lemah. Sejak saat itu, ia selalu ikut dalam setiap ritual Malam Jumat Kliwon. Ia sadar bahwa ada hal-hal di dunia ini yang tak bisa dijelaskan dengan logika, dan rasa hormat pada kepercayaan leluhur adalah satu-satunya cara untuk tetap aman.
Namun, meski ritual sudah dilakukan, beberapa warga masih merasakan gangguan. Suara tangisan sering terdengar dari arah kebun belakang, dan kadang-kadang sosok putih itu terlihat berdiri di bawah pohon beringin.
"Apakah dia masih belum pergi, Pak Raji?" tanya seorang warga.
Pak Raji menatap kebun dengan tatapan tajam. "Mungkin dia masih mencari seseorang... atau sesuatu yang belum selesai."
Malam Jumat Kliwon berikutnya tiba. Kali ini, Ardi tak berani keluar rumah. Namun, di tengah malam, ia terbangun oleh suara ketukan di jendela. Dengan gemetar, ia mengintip dari balik tirai.
Sosok putih itu berdiri di luar, tersenyum mengerikan.
Ardi menutup matanya rapat-rapat, membaca doa dengan suara gemetar. Ketika ia membuka mata kembali, sosok itu telah menghilang. Namun, di kaca jendelanya, ada bekas telapak tangan yang dingin.
Sejak saat itu, Ardi selalu meninggalkan sesajen setiap Malam Jumat Kliwon, berharap bahwa makhluk itu tidak lagi mencarinya. Namun, ia tahu, suatu saat nanti, teror itu bisa kembali.
Posting Komentar