Malam Pertama di Rumah Tua: Sebuah Teror

Table of Contents
Malam Pertama di Rumah Tua, Sebuah Teror - Cerita Horor Mania

Malam Pertama di Rumah Tua: Sebuah Teror

Rina menatap rumah tua di depannya. Bangunan itu berdiri kokoh, meski catnya sudah mengelupas dan jendela-jendelanya tertutup rapat oleh debu. Udara dingin menyelimuti malam, membuat bulu kuduknya meremang.

"Kita yakin mau menginap di sini?" tanya Andi, salah satu teman Rina, dengan ragu.

"Sudah terlanjur. Ini satu-satunya penginapan yang tersedia," jawab Rina sambil membuka pintu kayu yang berderit nyaring.

Begitu mereka melangkah masuk, aroma kayu lapuk langsung menyeruak ke hidung. Lampu gantung tua bergoyang pelan seolah menyambut mereka. Mereka saling berpandangan, lalu mulai memilih kamar masing-masing.

Malam semakin larut. Angin berdesir melalui celah jendela, menimbulkan suara lirih yang terdengar seperti bisikan. Rina berbaring di ranjang, tetapi rasa gelisah membuatnya sulit tidur.

"Hsss... pergilah..."

Rina terlonjak. Ia menoleh ke kanan dan kiri, tetapi kamarnya kosong. Jantungnya berdegup kencang. Ia mencoba berpikir logis, mungkin hanya suara angin. Namun, suara itu terdengar lagi, kali ini lebih dekat.

"Rina, kau dengar sesuatu?" tanya Dita dari kamar sebelah melalui pintu.

Rina bangkit dan membuka pintu. Wajah Dita tampak pucat.

"Aku dengar suara seseorang menangis," bisik Dita.

Langkah kaki terdengar di lorong, mendekat ke arah mereka. Rina menahan napas. Ia memberanikan diri mengintip dari celah pintu, tapi lorong itu kosong.

Tiba-tiba, pintu kamar Andi terbanting keras.

"Andi!" seru mereka serempak.

Tanpa pikir panjang, mereka berlari ke kamar Andi dan mendapati sahabat mereka terduduk di sudut ruangan dengan wajah ketakutan.

"Ada yang berdiri di ujung ranjangku... menatapku... tapi saat aku menyalakan lampu, dia menghilang!" Andi terengah-engah.

Dita menggigit bibir. "Kita harus keluar dari sini."

Namun, ketika mereka hendak membuka pintu utama, sesuatu yang tak terlihat mendorong mereka mundur.

"Kalian tidak boleh pergi..." suara perempuan terdengar menggema di ruangan.

Dalam kepanikan, Rina teringat cerita warga tentang Nyi Sulastri, pemilik rumah yang meninggal tragis. Ia meraih tasnya, mencari sesuatu yang bisa digunakan.

"Bunga melati!" serunya. Ia mengeluarkan sekuntum bunga melati yang ia temukan di lemari tua tadi siang.

Dengan tangan gemetar, Rina meletakkan bunga itu di tengah ruangan.

"Kami tidak bermaksud mengganggu. Maafkan kami," ucapnya lirih.

Hening sejenak, lalu angin kencang bertiup, memadamkan lilin-lilin di ruangan.

Pintu yang tadi terkunci tiba-tiba terbuka.

Tanpa membuang waktu, mereka berlari keluar rumah tanpa menoleh ke belakang.

Di jalan setapak, Rina mengeluarkan ponselnya untuk mengecek waktu. Namun, saat layar menyala, sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal.

"Kalian pikir sudah pergi? Aku masih di sini..."

Rina tercekat. Ia menoleh ke teman-temannya yang juga membaca pesan itu dengan wajah ketakutan.

"Mungkin kita belum benar-benar lepas darinya..." bisik Dita.

Tiba-tiba, hembusan angin dingin menyapu tubuh mereka, dan terdengar suara tawa kecil dari kejauhan. Seolah-olah sesuatu masih mengawasi mereka.

"Sudah cukup! Kita harus segera pergi dari tempat ini," seru Andi dengan suara bergetar.

Mereka berlari menuju mobil yang terparkir tak jauh dari rumah tua itu. Dengan panik, Andi menyalakan mesin mobil, namun entah mengapa, mesinnya tak kunjung menyala.

"Cepatlah! Cepat!" Rina berteriak panik.

Di kaca belakang mobil, bayangan hitam samar terlihat semakin mendekat. Sosok perempuan berambut panjang dengan wajah pucat tersenyum mengerikan.

Andi menginjak pedal gas sekuat tenaga. Mobil akhirnya menyala dan melaju kencang meninggalkan rumah itu.

Sesampainya di kota, mereka saling bertatapan, masih diliputi ketakutan.

"Kita selamat..." bisik Dita.

Namun, ketika Rina mengeluarkan ponselnya lagi, layar kembali menyala dengan satu pesan baru.

"Kalian pikir sudah bisa lari dariku? Aku selalu ada..."

Ponsel Rina tiba-tiba mati sendiri. Ia menoleh ke jendela, dan di pantulan kaca, terlihat bayangan samar seorang perempuan berdiri di belakangnya.

Teror itu belum benar-benar berakhir...

Posting Komentar