Arwah Penasaran: Dendam yang Tak Berakhir

Table of Contents
Arwah Penasaran, Dendam yang Tak Berakhir - Cerpen Horor Mania

Arwah Penasaran: Dendam yang Tak Berakhir

Di sebuah desa terpencil di Jawa Tengah, terdapat sebuah rumah tua yang sudah lama ditinggalkan. Penduduk sekitar percaya bahwa rumah itu dihuni oleh arwah seorang wanita yang meninggal secara tragis bertahun-tahun lalu. Konon, dia masih mencari keadilan atas kematiannya yang penuh misteri.

Suatu malam, tiga pemuda bernama Bayu, Rina, dan Dimas memutuskan untuk mengunjungi rumah itu. "Kita benar-benar mau masuk ke sana?" tanya Rina dengan ragu. "Sudah kepalang tanggung, kita harus tahu kebenarannya," jawab Bayu dengan penuh semangat. Dimas hanya mengangguk, meski wajahnya tampak tidak yakin.

Begitu mereka melewati gerbang kayu yang lapuk, hawa dingin langsung menyelimuti tubuh mereka. Pintu rumah tua itu terbuka dengan suara berderit yang menusuk telinga. Di dalam, debu menutupi lantai dan perabotan, sementara bau apek menyengat hidung mereka.

"Rasanya seperti ada yang mengawasi kita," bisik Rina sambil menggenggam erat lengan Bayu. Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki di lantai atas. Mereka saling pandang, ragu apakah harus tetap melanjutkan atau mundur.

"Siapa di sana?" tanya Dimas dengan suara bergetar. Tidak ada jawaban, hanya suara angin yang bertiup melalui celah jendela. Namun, ketika mereka hendak naik ke lantai dua, terdengar suara tangisan pelan yang membuat bulu kuduk mereka berdiri.

"Itu suara perempuan," kata Rina, suaranya hampir berbisik. Mereka mengikuti suara itu hingga sampai di sebuah kamar yang pintunya sedikit terbuka. Bayu mendorongnya perlahan, dan di dalam mereka melihat sebuah cermin besar yang retak.

Di cermin itu, mereka melihat pantulan seorang wanita berambut panjang dengan wajah pucat dan mata yang penuh kebencian. "Kalian... tidak seharusnya ada di sini," suara pelan namun tegas terdengar dari balik mereka.

Mereka berbalik, tetapi tidak ada siapa-siapa. Namun, tiba-tiba cermin itu bergetar dan pecah dengan suara keras. Rina menjerit dan berlari ke arah pintu, tetapi pintu itu tertutup sendiri dengan keras.

"Tolong kami! Kami tidak ingin mengganggu!" teriak Bayu dengan panik. Sesaat kemudian, suara lirih terdengar, "Aku hanya ingin keadilan..."

Perlahan, bayangan wanita itu muncul kembali. Ia mulai bercerita tentang bagaimana dirinya dikhianati oleh kekasihnya sendiri yang membunuhnya di rumah itu bertahun-tahun lalu. Mayatnya tidak pernah ditemukan, dan arwahnya tetap terperangkap di sana, menunggu seseorang untuk mengungkap kebenaran.

Dengan penuh ketakutan, Dimas bertanya, "Apa yang bisa kami lakukan untuk membantumu?" Arwah itu menatap mereka dengan mata kosong. "Temukan tulang belulangku dan ungkap kebenarannya."

Tanpa berpikir panjang, mereka mulai mencari di sekitar rumah. Setelah beberapa waktu, mereka menemukan lantai kayu yang terasa berlubang. Dengan bantuan senter, mereka menggali dan menemukan sisa-sisa tulang manusia yang terkubur di bawah lantai.

Begitu tulang itu terlihat, suara rintihan mulai memenuhi ruangan. Bayangan wanita itu perlahan menghilang, meninggalkan kata-kata terakhir, "Terima kasih... kini aku bisa pergi dengan tenang."

Pintu rumah tiba-tiba terbuka lebar, angin dingin bertiup menerpa mereka. Mereka pun segera keluar dan menutup rumah itu selamanya. Keesokan harinya, mereka melaporkan temuan mereka kepada warga desa. Setelah diusut, terbukti bahwa tulang itu memang milik seorang wanita yang hilang bertahun-tahun lalu, dan pembunuhnya akhirnya terungkap.

Namun, misteri belum berakhir di sana. Setelah kejadian itu, Bayu mulai mengalami hal-hal aneh di rumahnya. Setiap malam, ia mendengar suara tangisan perempuan di kamarnya. Sesekali, ia melihat bayangan di cermin, mirip dengan sosok wanita yang mereka temui di rumah tua itu.

Dimas pun mengalami kejadian serupa. Ia sering bermimpi berada di dalam rumah tua itu lagi, dan dalam mimpinya, ia melihat seorang pria tak dikenal yang berusaha melarikan diri, sebelum akhirnya terdengar jeritan memilukan.

"Rina, kamu mengalami sesuatu juga?" tanya Bayu saat mereka bertemu kembali beberapa hari kemudian. Rina mengangguk dengan wajah pucat. "Aku merasa seperti ada yang mengikutiku. Aku sering mendengar seseorang memanggil namaku di malam hari, padahal tidak ada siapa-siapa di sana."

Mereka merasa ada yang belum selesai. Setelah mencari tahu lebih lanjut, mereka menemukan fakta mengejutkan: pria yang membunuh wanita itu adalah seorang bangsawan yang sangat berkuasa di masa lalu. Keluarganya menutupi kejahatan itu, membuat kasusnya tak pernah terungkap.

Mereka pun memutuskan untuk kembali ke rumah tua itu, berharap bisa menemukan petunjuk lebih lanjut. Namun, kali ini, suasana terasa lebih menyeramkan. Begitu mereka memasuki rumah itu lagi, suara tangisan kembali terdengar, kali ini lebih jelas dan menyayat hati.

Mereka mengikuti suara itu dan menemukan sebuah peti tua di ruang bawah tanah yang tersembunyi. Saat dibuka, mereka menemukan beberapa dokumen lama yang mengungkap identitas pembunuh. "Ini dia! Ini bukti yang kita butuhkan!" seru Dimas.

Namun, sebelum mereka bisa keluar, mereka merasakan kehadiran sesuatu yang marah. Lampu senter mereka berkedip-kedip, dan suhu ruangan tiba-tiba turun drastis. "Kalian tidak boleh membawa itu pergi..." suara berat terdengar dari sudut ruangan.

Bayu menyorotkan senter ke arah suara itu dan melihat bayangan hitam dengan mata merah menyala. Mereka segera berlari keluar, membawa dokumen itu dengan mereka. Begitu mereka berhasil keluar dari rumah itu, suasana menjadi lebih tenang.

Dokumen tersebut akhirnya mereka serahkan kepada seorang sejarawan desa, yang kemudian mengungkapkan kebenaran kepada publik. Sejak saat itu, arwah wanita itu tidak pernah terlihat lagi. Rumah tua itu perlahan mulai rusak dimakan waktu, dan legenda tentang arwah penasaran itu tetap menjadi cerita yang diwariskan turun-temurun.

Namun, bagi Bayu, Rina, dan Dimas, pengalaman itu tidak akan pernah mereka lupakan. Mereka telah menjadi saksi dari dendam yang tak berakhir, dan akhirnya, memberikan keadilan bagi arwah yang terjebak dalam penderitaannya.

Posting Komentar