Kisah Horor: Pelarian dari Kematian
Kisah Horor: Pelarian dari Kematian
Malam itu, hujan turun deras di sebuah desa terpencil di Jawa Tengah. Angin bertiup kencang, membuat dedaunan beterbangan dan ranting-ranting pohon berderak menakutkan. Di tengah malam yang mencekam, seorang pria bernama Rudi berlari dengan napas tersengal-sengal. Wajahnya penuh ketakutan, tubuhnya basah kuyup, dan luka-luka kecil terlihat di lengannya akibat tergores ranting.
"Aku tidak boleh tertangkap! Aku harus keluar dari sini!" gumam Rudi sambil terus berlari.
Ia baru saja melarikan diri dari sebuah rumah tua di pinggir desa. Rumah itu dikenal sebagai tempat terkutuk, tempat di mana siapa pun yang masuk tidak pernah keluar dalam keadaan hidup. Namun, malam itu, Rudi tidak punya pilihan. Ia harus bersembunyi dari orang-orang yang mengejarnya.
"Dia lari ke arah hutan! Kejar!" suara laki-laki terdengar dari kejauhan.
Jantung Rudi berdegup semakin kencang. Ia melangkah lebih cepat, menerobos lebatnya pepohonan. Di tengah gelapnya hutan, hanya kilatan petir yang sesekali menerangi jalannya. Namun, ada sesuatu yang membuatnya merinding. Bayangan-bayangan aneh bergerak di antara pepohonan, suara-suara bisikan memenuhi udara.
"Tolong... tolong aku..." suara lirih seorang perempuan terdengar di sampingnya.
Rudi menoleh. Di bawah pohon besar, seorang wanita berpakaian putih berdiri dengan wajah pucat. Rambutnya panjang menjuntai, matanya kosong tanpa ekspresi. Rudi terpaku beberapa detik sebelum menyadari sesuatu yang mengerikan—wanita itu melayang di atas tanah!
"Astaga!" Rudi berteriak dan segera berlari ke arah yang berlawanan.
Namun, suara tawa mengerikan mulai terdengar di belakangnya. Suara itu semakin lama semakin mendekat. Rudi menutup telinganya, berusaha untuk tetap fokus pada jalan di depannya. Ia tahu, jika ia berhenti, maka nyawanya dalam bahaya.
Di kejauhan, Rudi melihat sebuah pondok kayu tua. Dengan sisa tenaga yang ada, ia berlari ke arah pondok itu dan masuk ke dalamnya. Ia menutup pintu dengan napas tersengal, tubuhnya gemetar ketakutan.
"Apa yang terjadi? Apa yang mereka inginkan dariku?" bisik Rudi pada dirinya sendiri.
Ia mencoba menenangkan diri, tapi suara langkah kaki terdengar di luar pondok. Seseorang atau sesuatu sedang mencarinya.
"Rudi... keluarlah..." suara serak seorang pria menggema di udara.
Rudi menahan napas. Itu bukan suara orang-orang yang mengejarnya tadi. Suara itu terlalu dalam, terlalu menyeramkan.
Perlahan, pintu pondok berderit terbuka. Udara di dalam ruangan menjadi dingin. Di depan pintu, sesosok bayangan tinggi berdiri. Wajahnya hitam pekat, matanya merah membara, dan tubuhnya diselimuti asap hitam.
"Jangan mendekat!" teriak Rudi sambil mundur.
Sosok itu hanya tertawa pelan. "Kau pikir bisa melarikan diri dari kematian?"
Rudi merasa tubuhnya kaku, seperti ada tangan tak terlihat yang mencengkeramnya. Ia berusaha berteriak, tapi suaranya tak bisa keluar. Perlahan, bayangan itu mendekat, menyentuh bahunya.
"Aaaaaargh!" Rudi berteriak sekuat tenaga.
Seketika, ia merasakan tubuhnya terjatuh ke dalam kegelapan. Semuanya menghilang, tak ada suara, tak ada cahaya.
Pagi harinya, warga desa menemukan Rudi tergeletak di hutan, tubuhnya kaku dengan wajah penuh ketakutan. Tak ada yang tahu apa yang terjadi padanya, tapi satu hal yang pasti—ia tidak pernah bisa menceritakan apa yang sebenarnya ia alami.
Gunung dan hutan di sekitar desa tetap menyimpan misterinya. Siapa pun yang mencoba lari dari takdir, mungkin hanya akan menemukan kematian sebagai satu-satunya jalan keluar.
Namun, kisah Rudi tidak berakhir begitu saja.
Seminggu setelah kejadian itu, seorang paranormal terkenal, Pak Surya, dipanggil ke desa untuk menyelidiki kejadian aneh tersebut. Bersama asistennya, Dedi, mereka mencoba mengungkap misteri di balik pelarian Rudi.
"Ada sesuatu yang tidak beres di tempat ini," kata Pak Surya saat mereka tiba di rumah tua yang disebut-sebut sebagai tempat terkutuk itu.
Dengan perlahan, mereka memasuki rumah tersebut. Bau anyir tercium menyengat, dan suasana di dalam terasa begitu mencekam. Dinding-dindingnya dipenuhi coretan kuno, dan di tengah ruangan terdapat meja dengan lilin-lilin yang sudah lama padam.
"Ritual pemanggilan arwah," gumam Dedi.
Pak Surya mengangguk. "Seseorang pernah mencoba berkomunikasi dengan dunia lain di sini. Mungkin itulah penyebab semua kejadian aneh ini."
Mereka melanjutkan penyelidikan hingga menemukan buku usang yang penuh dengan mantra-mantra kuno. Saat membukanya, tiba-tiba terdengar suara jeritan dari arah luar.
Pak Surya dan Dedi bergegas keluar dan menemukan seorang pemuda desa berlari ketakutan. "Mereka datang! Mereka marah!" teriaknya.
Langit yang semula cerah tiba-tiba menjadi gelap. Angin bertiup kencang, dan suara gamelan terdengar samar dari kejauhan. Pak Surya segera membaca doa perlindungan, sementara Dedi menyalakan dupa yang mereka bawa.
Perlahan, bayangan-bayangan hitam mulai muncul di sekitar mereka. Sosok yang sama yang dilihat Rudi malam itu kini berdiri di depan mereka, menatap dengan mata merah membara.
"Kalian telah mengganggu tempat kami..." suara itu bergema.
Pak Surya tetap tenang. "Kami hanya ingin tahu mengapa kalian berada di sini dan mengapa kalian mengganggu manusia."
Hening. Kemudian sosok itu berbicara. "Tempat ini adalah milik kami. Dahulu kala, seorang dukun jahat memanggil kami dari dunia lain dan menjebak kami di sini. Kami tidak bisa pergi, tidak bisa beristirahat."
Pak Surya mengangguk. "Jika kami membantu kalian pergi, akankah kalian berhenti mengganggu manusia?"
Sosok itu tidak menjawab, tetapi perlahan menghilang ke dalam kabut.
Dengan menggunakan mantra-mantra dari kitab yang mereka temukan, Pak Surya dan Dedi melakukan ritual pelepasan. Beberapa saat kemudian, angin berhenti bertiup, suara gamelan menghilang, dan ketenangan kembali.
Sejak saat itu, kejadian aneh di desa berhenti. Namun, bagi Rudi, kenangan tentang malam mengerikan itu akan selalu menghantuinya.
Pelarian dari kematian bukanlah hal yang mudah, dan terkadang, kita harus menghadapi sesuatu yang jauh lebih menakutkan daripada sekadar rasa takut.
Posting Komentar