Kutukan: Warisan yang Mengerikan

Table of Contents
Kutukan, Warisan yang Mengerikan - Cerpen Horor Mania

Kutukan: Warisan yang Mengerikan

Malam itu hujan deras mengguyur desa kecil di Jawa Tengah. Angin berdesir kencang, membawa suara-suara aneh dari pepohonan yang bergoyang. Raka baru saja tiba di rumah warisan dari kakeknya, sebuah rumah tua yang sudah lama tidak dihuni. Ia datang untuk mengurus surat-surat kepemilikan, tetapi ia tidak tahu bahwa rumah itu menyimpan rahasia kelam.

"Aku tidak suka tempat ini, Kak. Terlalu sepi dan menyeramkan," kata Lita, adik Raka, yang ikut bersamanya.

"Tenang saja, besok kita bereskan semuanya dan pergi dari sini," jawab Raka, mencoba menenangkan Lita.

Begitu mereka masuk ke dalam rumah, bau apek menyeruak. Debu tebal menyelimuti perabotan, dan suasana gelap semakin membuat tempat itu tampak menyeramkan. Raka menyalakan lampu minyak yang ditemukan di sudut ruangan, menerangi sebagian kecil ruangan yang dipenuhi perabotan antik.

Ketika mereka berjalan-jalan di rumah itu, Lita tiba-tiba berhenti di depan sebuah lemari tua.

"Kak, lihat ini!" serunya.

Di atas lemari itu terdapat sebuah kotak kayu berukir aneh. Raka membuka kotak itu dan menemukan sebuah cincin emas dengan batu merah menyala. Ia merasakan hawa dingin seketika menyelimuti ruangan.

"Mungkin ini peninggalan kakek," gumam Raka sambil mengambil cincin itu.

Namun, begitu cincin itu berada di tangannya, lampu minyak tiba-tiba berkedip dan suara gemuruh terdengar dari luar. Lita menjerit ketika bayangan hitam melintas cepat di belakang Raka.

"Kak! Ada sesuatu di belakangmu!" teriak Lita.

Raka menoleh, tetapi tidak melihat apa-apa. Hanya ada udara dingin yang semakin menusuk kulitnya. Ia menenangkan Lita dan mengajaknya beristirahat, tetapi malam itu tidak berjalan seperti yang mereka harapkan.

Ketika tengah malam tiba, suara langkah kaki terdengar di lantai atas. Raka terbangun dan melihat bayangan seseorang berdiri di ambang pintu kamar.

"Siapa di sana?" tanyanya dengan suara bergetar.

Bayangan itu tidak menjawab. Perlahan, sosoknya menjadi lebih jelas—seorang pria tua dengan wajah pucat dan mata kosong. Raka merasa tubuhnya membeku, sementara pria itu mengangkat tangannya, menunjuk ke arah cincin yang kini berada di jari Raka.

"Kembalikan…" suara berat itu bergema di seluruh ruangan.

Raka tersentak dan langsung melepas cincinnya. Begitu cincin itu terjatuh ke lantai, sosok pria itu menghilang, meninggalkan udara yang semakin dingin.

Keesokan harinya, Raka dan Lita bertemu dengan Pak Surya, seorang tetua desa yang mengenal kakek mereka.

"Kalian menemukan cincin itu?" tanya Pak Surya dengan wajah pucat.

Raka mengangguk. "Apa sebenarnya cincin itu, Pak?"

Pak Surya menarik napas dalam. "Cincin itu adalah warisan yang seharusnya tidak pernah ditemukan. Kakek kalian mendapatkannya dari seseorang yang mati karena kutukan. Siapa pun yang memakainya akan diganggu oleh arwah pemilik aslinya."

Raka dan Lita saling pandang dengan wajah ngeri. "Lalu, bagaimana cara menghilangkan kutukannya?" tanya Raka.

"Kalian harus mengembalikannya ke tempat asalnya. Ada makam tua di belakang rumah itu. Kuburkan cincin itu di sana sebelum matahari terbenam, atau kalian akan dihantui selamanya," jawab Pak Surya.

Tanpa membuang waktu, Raka dan Lita segera kembali ke rumah. Mereka mencari makam yang dimaksud, dan benar saja, di belakang rumah terdapat nisan tua yang hampir tertutup semak belukar.

Mereka menggali lubang kecil dan meletakkan cincin di dalamnya. Begitu tanah menutupi cincin itu sepenuhnya, angin berhembus kencang, seolah memberikan tanda bahwa kutukan telah berakhir.

Namun, sebelum mereka sempat pergi, suara berbisik terdengar dari dalam makam. "Terima kasih…"

Lita menjerit dan menarik tangan Raka, mengajaknya pergi secepat mungkin. Ketika mereka berlari kembali ke rumah, Raka merasa ada sesuatu yang mengawasi mereka dari kejauhan.

Setibanya di rumah, mereka berusaha menenangkan diri. Tapi, kejadian aneh masih terus berlanjut. Pintu rumah tiba-tiba tertutup sendiri, dan suara langkah kaki terdengar di lorong.

"Kak, aku takut… kita sudah mengembalikan cincinnya, kan? Kenapa masih ada yang mengganggu?" Lita menangis ketakutan.

Raka mencoba berpikir. "Mungkin ada sesuatu yang belum selesai," gumamnya.

Ia teringat satu hal: kakeknya dulu sering berbicara sendiri di ruangan belakang rumah. Mungkin ada sesuatu di sana yang bisa menjelaskan misteri ini.

Dengan langkah hati-hati, mereka menuju ruangan belakang. Di sana, mereka menemukan buku harian tua milik kakek mereka. Dalam salah satu halaman, tertulis sebuah pesan yang membuat mereka merinding.

"Cincin ini bukan hanya kutukan, tapi juga kunci. Siapa pun yang menyimpannya tanpa memahami rahasianya akan diburu oleh pemilik aslinya. Jika kau menemukan cincin ini, jangan hanya menguburnya. Kau harus melakukan ritual pemurnian."

"Ritual pemurnian? Apa maksudnya?" tanya Lita.

Raka membaca lebih lanjut. Ternyata, mereka harus membakar dupa dan membaca doa khusus agar arwah yang terikat pada cincin itu bisa benar-benar pergi.

Tanpa membuang waktu, mereka mengambil dupa dari altar kecil di rumah dan kembali ke makam. Dengan tangan gemetar, mereka menyalakan dupa dan membaca doa seperti yang tertulis dalam buku harian kakek.

Hawa dingin semakin pekat, dan tiba-tiba, sesosok bayangan muncul di depan mereka. Itu adalah pria tua yang sama yang menghantui Raka sebelumnya.

"Maafkan aku… Aku hanya ingin pulang…" bisik sosok itu.

Seiring dengan habisnya dupa, bayangan itu perlahan menghilang, meninggalkan suasana yang jauh lebih tenang.

Sejak malam itu, rumah warisan itu tidak lagi terasa menyeramkan. Namun, bagi Raka dan Lita, pengalaman mereka akan menjadi pelajaran bahwa tidak semua warisan harus diterima tanpa dipertanyakan.

Beberapa bulan kemudian, Raka menjual rumah itu dan pindah ke kota. Ia tak ingin mengambil risiko lebih jauh. Namun, di suatu malam yang sunyi, ketika ia sedang berkemas, ia menemukan sesuatu yang membuatnya membeku.

Sebuah kotak kayu berukir aneh… yang seharusnya telah dikuburkan.

Apakah kutukan itu benar-benar berakhir?

Posting Komentar