Makhluk Halus di Balik Bayangan: Pengalaman Mistis

Table of Contents
Makhluk Halus di Balik Bayangan, Pengalaman Mistis - Cerita Horor Mania

Makhluk Halus di Balik Bayangan: Pengalaman Mistis

Malam itu hujan gerimis membasahi desa kecil di pinggiran Yogyakarta. Angin berdesir pelan, membawa aroma tanah basah yang bercampur dengan wangi bunga kamboja dari pemakaman tua di ujung desa. Adi, seorang pemuda yang baru pulang kerja, mengayuh sepedanya melewati jalan setapak yang sunyi.

"Ah, kenapa rasanya dingin sekali malam ini?" gumamnya sambil merapatkan jaket.

Jalanan yang dilewatinya memang terkenal angker. Konon, ada sosok hitam yang sering muncul dari balik bayangan pepohonan dan mengikuti para pejalan malam. Namun, Adi bukan tipe orang yang mudah percaya dengan cerita semacam itu.

Ketika melewati sebuah pohon beringin besar, tiba-tiba ia merasa seperti ada yang mengikutinya. Suara langkah kakinya sendiri seolah bergema. Ia berhenti dan menoleh ke belakang, namun tidak ada siapa-siapa.

"Mungkin cuma perasaanku saja," katanya sambil kembali mengayuh sepeda.

Namun, perasaan aneh itu semakin kuat. Bayangan hitam yang lebih tinggi dari dirinya tampak berjalan mengikuti di belakangnya. Kali ini, jantungnya mulai berdegup lebih kencang. Ia mempercepat kayuhan sepedanya.

"Adi..." suara serak memanggil namanya dari balik bayangan.

Adi tersentak. Suara itu sangat jelas, bukan ilusi. Dengan ketakutan, ia melirik ke kaca spion sepeda dan melihat sesuatu yang membuatnya hampir kehilangan keseimbangan.

Di belakangnya, sesosok bayangan tinggi dengan mata merah menyala berdiri di tengah jalan. Wajahnya tidak terlihat jelas, namun auranya begitu menyeramkan.

"Jangan menoleh... Jangan menoleh..." bisik suara dalam kepalanya.

Adi langsung mengayuh sepedanya secepat mungkin. Ia bisa merasakan sosok itu masih mengikutinya. Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya. Napasnya memburu.

Sesampainya di rumah, ia langsung masuk dan mengunci pintu. Tubuhnya gemetar hebat. Ibunya yang melihat wajah pucat Adi langsung mendekatinya.

"Kamu kenapa, Di? Kok wajahmu pucat begitu?" tanya ibunya cemas.

"Bu... aku tadi melihat sesuatu di jalan pulang. Bayangan hitam... tinggi... matanya merah..." jawabnya terbata-bata.

Ibunya terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang. "Kamu melewati jalan beringin tua itu, ya? Sudah sering orang melihat sosok itu di sana. Katanya, dulu ada seorang pemuda yang meninggal tertabrak di tempat itu dan arwahnya tak pernah tenang."

Adi merinding. Ia sudah sering mendengar cerita itu, tapi tak pernah menyangka akan mengalaminya sendiri.

"Besok pagi, kita panggil Pak Ustaz untuk mendoakan tempat itu. Sekarang istirahat dulu, ya," ujar ibunya sambil menepuk bahunya.

Adi mengangguk, meski masih dihantui ketakutan. Malam itu, ia tidur dengan lampu menyala. Namun, di tengah malam, ia kembali terbangun karena suara berbisik di dekat telinganya.

"Adi... aku masih di sini..."

Adi terlonjak dan langsung menyalakan lampu. Matanya berkeliling mencari sumber suara, tapi tidak ada siapa-siapa. Napasnya memburu, keringat dingin kembali mengalir. Ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa itu hanya mimpi, tapi perasaan aneh masih menyelimutinya.

Pagi harinya, Pak Ustaz datang bersama beberapa tetangga untuk mendoakan tempat di dekat pohon beringin itu. Mereka membakar kemenyan dan membacakan doa-doa. Suasana terasa semakin berat, udara menjadi lebih dingin dari biasanya.

"Tempat ini memang memiliki energi yang tidak biasa," kata Pak Ustaz setelah selesai berdoa.

"Apa yang sebenarnya terjadi di sini, Pak?" tanya Adi dengan suara bergetar.

Pak Ustaz menatapnya dengan serius. "Konon, dulu ada seorang pemuda yang sering duduk di bawah beringin ini setiap malam. Suatu hari, dia ditemukan tewas mengenaskan setelah tertabrak kendaraan besar. Sejak saat itu, arwahnya diyakini masih bergentayangan, mencari seseorang untuk ditemani."

Adi menelan ludah. "Lalu, apa yang harus saya lakukan?"

"Jangan takut, teruslah berdoa. Arwah yang belum tenang biasanya akan mencoba berkomunikasi. Jika kamu mendengar sesuatu lagi, abaikan saja," ujar Pak Ustaz.

Malam itu, Adi kembali mencoba tidur lebih awal. Namun, sekitar pukul dua dini hari, suara itu kembali terdengar.

"Adi... ikut aku..."

Suara itu tidak lagi berbisik, melainkan terdengar jelas di telinganya. Adi menutup matanya rapat-rapat, mencoba mengingat nasihat Pak Ustaz. Ia berdoa dalam hati, berharap makhluk itu pergi.

Namun, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki menyeret di lantai kamarnya. Perlahan-lahan, suara itu mendekat ke tempat tidurnya. Adi bisa merasakan kehadiran sesuatu di dekatnya.

Dengan keberanian yang tersisa, ia membuka mata. Tepat di ujung ranjangnya, bayangan hitam itu berdiri, menatapnya dengan mata merah menyala.

"Jangan takut... aku hanya ingin teman..." suara itu terdengar menggema di kepalanya.

Adi ingin berteriak, tapi suaranya tertahan. Tubuhnya terasa kaku. Ia mencoba menggerakkan tangannya, tapi tidak bisa. Rasanya seperti ada yang menekannya.

Dalam kepanikannya, Adi mengingat doa yang diajarkan ibunya. Dengan segenap tenaga, ia mulai melafalkan ayat-ayat suci. Perlahan-lahan, bayangan itu mulai menghilang. Udara dingin yang menekan tubuhnya berangsur menghilang.

Seketika itu juga, tubuhnya bisa kembali bergerak. Adi bangkit dari tempat tidur dan menyalakan semua lampu di rumahnya. Ia tidak bisa tidur lagi malam itu.

Keesokan harinya, ia menceritakan kejadian itu pada ibunya dan Pak Ustaz. Mereka sepakat untuk mengadakan doa bersama selama beberapa malam ke depan. Sejak saat itu, gangguan dari bayangan hitam itu mulai berkurang.

Namun, sampai hari ini, beberapa warga desa masih mengaku melihat sosok bayangan tinggi dengan mata merah di sekitar pohon beringin itu. Konon, ia masih mencari teman yang bisa diajaknya berbicara di malam sunyi.

Posting Komentar