Perjanjian dengan Iblis: Godaan Gelap

Table of Contents
Perjanjian dengan Iblis Godaan Gelap - Cerpen Horor Mania

Perjanjian dengan Iblis: Godaan Gelap

Di sebuah desa terpencil di Jawa Tengah, hiduplah seorang pemuda bernama Arman. Hidupnya penuh kesulitan. Warung kecil milik keluarganya hampir bangkrut, dan utang menumpuk. Suatu malam, dalam keputusasaan, ia duduk di tepi sungai dekat hutan keramat, memikirkan nasibnya.

"Seandainya aku bisa kaya..." gumamnya pelan.

Angin malam berhembus dingin. Dari balik pepohonan, terdengar suara berbisik, "Apakah kau benar-benar menginginkannya?"

Arman terkejut. Ia menoleh dan melihat seorang pria berpakaian serba hitam, dengan mata merah menyala. Wajahnya pucat, senyumnya menyeringai.

"Siapa kau?" tanya Arman dengan suara gemetar.

"Aku bisa memberimu apa yang kau inginkan," jawab pria itu. "Kekayaan, kehormatan, kekuasaan. Semua bisa menjadi milikmu."

Arman menelan ludah. Ia tahu banyak cerita tentang hutan ini, tentang makhluk gaib yang tinggal di dalamnya.

"Apa yang harus kulakukan?" tanyanya hati-hati.

Pria itu mengeluarkan selembar kertas kuno. Tulisan dalam aksara Jawa kuno terpampang jelas, dengan tinta merah seakan darah.

"Tandatangani ini, dan segalanya akan menjadi milikmu."

Arman ragu, tapi pikirannya dipenuhi iming-iming kekayaan. Dengan tangan gemetar, ia mengambil duri dari tanah, melukai jarinya, lalu menuliskan namanya dengan darah.

Seketika angin bertiup kencang. Suara tawa menggema di seluruh hutan.

"Perjanjian telah dibuat!"

Keesokan harinya, Arman terbangun di rumahnya. Semua terasa normal, hingga ia melihat tumpukan emas dan uang di mejanya. Sejak saat itu, hidupnya berubah. Warungnya berkembang pesat, pelanggan berdatangan tanpa henti. Ia membangun rumah megah, membeli mobil mewah, dan menjadi orang paling kaya di desanya.

Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Malam-malamnya dipenuhi mimpi buruk. Ia melihat bayangan hitam menertawakannya, suara-suara berbisik di telinganya.

"Waktumu hampir habis..."

Arman mulai kehilangan akal sehat. Ia pergi ke seorang dukun tua di desa, Mbah Surip.

"Kau telah membuat perjanjian dengan makhluk halus," kata Mbah Surip setelah mendengar ceritanya. "Tak ada yang bisa mengingkari janji itu tanpa konsekuensi."

"Apa yang harus aku lakukan, Mbah?" tanya Arman dengan panik.

Mbah Surip menghela napas. "Hanya ada satu cara. Kau harus mengembalikan semua yang telah kau dapatkan. Buang emasmu, serahkan hartamu, dan tinggalkan segala kemewahan itu."

Arman merasa enggan. Bagaimana mungkin ia kembali miskin setelah merasakan hidup dalam kemewahan?

Pada malam itu, suara-suara semakin mengerikan.

"Waktumu telah tiba!"

Bayangan hitam muncul di kamarnya, matanya menyala merah, taringnya mencuat.

Arman menjerit. Ia berlari keluar rumah, menuju sungai tempat perjanjian dibuat.

"Aku tak mau! Aku tak mau mati!" teriaknya.

Bayangan itu semakin mendekat.

"Janji adalah janji..."

Arman merasa tubuhnya tertarik ke dalam kegelapan. Terakhir kali ia melihat dunia ini, adalah ketika air sungai menyapu tubuhnya, menenggelamkannya ke dalam kehampaan.

Keesokan harinya, warga desa menemukan rumah Arman kosong. Hartanya lenyap tanpa jejak. Tak ada yang tahu ke mana ia pergi. Namun, setiap malam, orang-orang sering mendengar suara bisikan dari tepi sungai.

"Janji adalah janji..."

Sejak saat itu, tak ada yang berani mendekati hutan keramat itu lagi.

Bertahun-tahun berlalu, dan desa itu terus berkembang. Namun, kisah tentang Arman tetap menjadi legenda menyeramkan yang diceritakan turun-temurun. Beberapa orang yang nekat mencari keberuntungan di sungai itu selalu mengalami nasib buruk. Ada yang hilang tanpa jejak, ada yang kembali dalam keadaan linglung dan ketakutan.

Suatu malam, seorang pemuda bernama Budi, yang tak percaya takhayul, mencoba mencari tahu kebenaran legenda itu. Ia pergi ke sungai sendirian dengan senter di tangan.

"Hanya cerita lama untuk menakut-nakuti," katanya sambil tertawa kecil.

Namun, begitu ia sampai di tepi sungai, udara tiba-tiba menjadi dingin. Senter di tangannya berkedip-kedip sebelum padam sepenuhnya. Dari dalam kegelapan, terdengar suara bisikan yang familiar.

"Janji adalah janji..."

Budi membeku di tempat. Jantungnya berdegup kencang. Dari dalam air, muncul sosok dengan wajah familiar—Arman, atau sesuatu yang mirip dengannya, dengan mata merah membara dan senyum menyeringai.

"Kau ingin kaya, bukan?" suara itu bergema di kepalanya.

Budi berusaha berlari, tapi kakinya terasa kaku. Bayangan hitam mulai merayap mendekatinya.

"Jangan... jangan mendekat!" teriak Budi.

Tapi bayangan itu semakin dekat, dan gelap pun menelannya.

Keesokan paginya, warga desa menemukan senter dan sandal Budi di tepi sungai. Namun, tubuhnya tak pernah ditemukan.

Sejak kejadian itu, legenda tentang Arman dan perjanjian gelapnya semakin menakutkan. Tak ada lagi yang berani mendekati sungai di malam hari. Hanya suara bisikan yang terus terdengar, membawa pesan mengerikan bagi mereka yang tamak dan ingin mengambil jalan pintas menuju kekayaan.

"Janji adalah janji..."

Posting Komentar