Teror Telepon Tengah Malam
Teror Telepon Tengah Malam
Di sebuah desa terpencil di Jawa Barat, terdapat sebuah rumah tua yang sudah lama ditinggalkan. Masyarakat sekitar menyebutnya sebagai "Rumah Telepon" karena sebuah telepon antik yang masih terpasang di ruang tamunya. Konon, telepon itu sering berdering di tengah malam, meskipun kabelnya sudah lama diputus.
Reno, seorang jurnalis muda yang tertarik dengan cerita-cerita mistis, memutuskan untuk menyelidiki misteri rumah itu. Bersama temannya, Dimas, ia datang ke desa tersebut dan menemui Pak Joko, seorang warga tua yang tahu sejarah rumah itu.
"Dulu, rumah itu milik Pak Karta, seorang operator telepon," cerita Pak Joko. "Suatu malam, ia menerima telepon aneh dan keesokan harinya ditemukan tewas dengan wajah penuh ketakutan. Sejak saat itu, telepon di rumah itu sering berdering sendiri."
Reno dan Dimas penasaran. Mereka meminta izin untuk bermalam di rumah tersebut. Malam itu, mereka memasang kamera dan duduk di ruang tamu. Jam menunjukkan pukul 23.59 ketika telepon tua di sudut ruangan tiba-tiba berdering.
"Siapa yang mau angkat?" bisik Dimas dengan wajah tegang.
Reno mengambil napas dalam-dalam, lalu mengangkat gagang telepon. "Halo?"
Hening. Hanya suara napas berat dari ujung telepon.
"Siapa ini?" tanya Reno lagi.
Suara serak dan berbisik terdengar: "Tolong... dia datang..."
Telepon terputus. Seketika, lampu berkedip-kedip dan suhu ruangan terasa semakin dingin. Dimas menyalakan senter, tapi cahaya senter mendadak meredup, seolah-olah ada sesuatu yang menyerap energi di dalam ruangan itu.
Dari sudut mata, Reno melihat bayangan hitam bergerak cepat. Dimas berteriak, "Reno, di belakangmu!"
Reno menoleh dan melihat sesosok wanita berambut panjang dengan wajah pucat dan mata kosong menatapnya. Wanita itu melangkah mendekat sambil berbisik, "Kenapa kau datang?"
Tanpa berpikir panjang, Reno dan Dimas berlari keluar rumah. Begitu mereka melewati pintu, suara telepon kembali berdering. Mereka tidak berani menoleh dan terus berlari hingga keluar dari halaman rumah.
Pagi harinya, mereka menemui Pak Joko dan menceritakan pengalaman mereka. Wajah Pak Joko berubah pucat.
"Kalian beruntung bisa keluar," katanya. "Dulu, yang menerima telepon itu tidak pernah bisa keluar hidup-hidup."
Sejak kejadian itu, Reno dan Dimas tidak pernah kembali ke rumah tersebut. Namun, kabar tentang telepon yang terus berdering di tengah malam tetap menjadi misteri yang belum terpecahkan.
Namun, rasa penasaran Reno belum juga hilang. Ia kembali mencari informasi tentang rumah itu dan menemukan sebuah arsip lama di perpustakaan kota. Di dalamnya tertulis bahwa Pak Karta ternyata memiliki seorang istri yang hilang secara misterius, tepat beberapa hari sebelum ia ditemukan tewas. Beberapa warga percaya bahwa arwah istrinya masih gentayangan, mencari jawaban atas kepergiannya.
Reno kembali menemui Pak Joko. "Pak, apakah istri Pak Karta benar-benar hilang?" tanyanya.
Pak Joko mengangguk pelan. "Iya. Malam itu, Pak Karta menerima telepon misterius. Setelah menutup telepon, ia terlihat sangat ketakutan. Beberapa hari kemudian, istrinya hilang tanpa jejak."
Merasa ada sesuatu yang masih tersembunyi, Reno dan Dimas akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah itu, kali ini dengan persiapan lebih matang. Mereka membawa alat perekam suara dan kamera inframerah untuk menangkap fenomena yang tidak terlihat oleh mata telanjang.
Sesampainya di sana, suasana terasa lebih mencekam. Udara terasa berat, dan bau anyir menyengat hidung mereka. Saat malam tiba, tepat pukul 00.00, telepon kembali berdering.
Dengan tangan gemetar, Reno mengangkat gagang telepon. "Halo?"
Kali ini, suara yang terdengar lebih jelas. "Tolong aku... aku ada di dalam..."
Dimas menyalakan kamera inframerah dan terkejut melihat bayangan seorang wanita berdiri di sudut ruangan, menangis dengan wajah penuh luka. "Reno, rekam ini!"
Namun, tiba-tiba bayangan itu bergerak cepat ke arah mereka. Lampu berkedip lebih cepat, dan suhu ruangan semakin menurun drastis. Terdengar suara gemeretak seperti kuku yang mencakar dinding.
"Kita harus keluar dari sini!" teriak Dimas.
Mereka bergegas keluar, tapi pintu depan tertutup sendiri. Reno berusaha menariknya, namun tak bergerak sedikit pun. Dari belakang, suara tangisan berubah menjadi jeritan marah. Dimas mencoba membaca doa, tapi suaranya tercekat.
Tiba-tiba, telepon berdering lagi. Kali ini, suara di dalamnya terdengar seperti Pak Karta. "Kalian harus menemukan dia... dia dikubur di belakang rumah..."
Tanpa pikir panjang, Reno dan Dimas berlari ke halaman belakang. Mereka menemukan sebidang tanah yang tampak lebih gembur dari sekitarnya. Dengan cepat, mereka menggali menggunakan tangan hingga menemukan selembar kain lusuh.
Begitu kain itu terangkat, angin kencang bertiup, dan jeritan mengerikan terdengar dari dalam rumah. Cahaya dari rumah itu tiba-tiba padam, meninggalkan mereka dalam kegelapan.
Pagi harinya, warga menemukan Reno dan Dimas tergeletak di halaman belakang rumah dalam keadaan pingsan. Setelah mereka sadar, mereka segera memberi tahu kepala desa, yang kemudian melaporkan temuan tersebut ke polisi.
Setelah penggalian lebih lanjut, ditemukan sebuah kerangka manusia yang diduga adalah istri Pak Karta. Sejak saat itu, suara telepon misterius tidak pernah lagi terdengar.
Namun, meskipun misteri rumah itu tampaknya telah berakhir, Reno dan Dimas masih merasa ada sesuatu yang belum selesai. Setiap malam, dalam tidurnya, Reno masih sering mendengar suara telepon berdering, seolah-olah ada seseorang yang masih ingin berbicara dengannya...
Posting Komentar