Foto yang Menghilang: Kisah Misteri
Foto yang Menghilang: Kisah Misteri
Di sebuah desa kecil di pinggiran Yogyakarta, terdapat sebuah rumah tua yang konon menyimpan banyak misteri. Rumah itu milik keluarga Suparno, yang telah tinggal di sana selama tiga generasi. Suatu hari, cucu Suparno, Lita, menemukan sebuah kamera analog tua di loteng berdebu rumah itu.
"Kakek, ini kameranya masih bisa dipakai nggak?" tanya Lita sambil meniup debu dari permukaan kamera tersebut.
Suparno mendekat, memandangi kamera itu dengan tatapan sendu. "Itu kamera peninggalan ayahku. Tapi ada yang harus kamu tahu, Lit," katanya lirih. "Jangan sembarangan mengambil gambar di rumah ini."
Lita mengernyitkan dahi. "Kenapa memangnya, Kek?"
Suparno hanya tersenyum samar, enggan menjelaskan lebih lanjut. Rasa penasaran Lita justru semakin besar.
Tanpa banyak berpikir, malam harinya, Lita memutuskan mencoba kamera itu. Ia mengajak sahabatnya, Rina, untuk berkeliling rumah sambil mengambil beberapa foto.
"Kita bikin dokumentasi rumah tua ini. Keren buat koleksi pribadi," kata Rina antusias.
Mereka memotret sudut-sudut rumah: ruang tamu dengan kursi rotan kuno, dapur dengan tungku arang yang sudah berkarat, dan lorong sempit yang menuju ke halaman belakang.
Saat melewati lorong itu, Lita tiba-tiba merasa bulu kuduknya meremang. Seperti ada yang mengawasi dari kegelapan.
"Rin, kita cepat aja ya," gumam Lita.
Rina mengangguk. Ia juga merasa hawa dingin aneh di lorong itu.
Keesokan harinya, Lita membawa film kamera itu ke studio cuci cetak di kota. Ia tak sabar melihat hasil fotonya. Dua hari kemudian, saat ia mengambil cetakannya, ekspresi pegawai studio tampak aneh.
"Mbak... ini fotonya ada yang aneh," kata si pegawai, menunjuk beberapa lembar foto.
Lita menatapnya heran. Di beberapa foto, ada bayangan hitam besar berdiri di belakang dirinya dan Rina. Padahal saat itu mereka merasa hanya berdua.
Lebih menyeramkan lagi, satu foto menunjukkan sosok perempuan berambut panjang menunduk di sudut lorong yang mereka lewati. Wajahnya tak terlihat, hanya rambut panjang menutupi seluruh mukanya.
"Ini... siapa?" gumam Rina ketakutan saat mereka melihat foto-foto itu bersama.
Sepulang dari studio, mereka langsung menemui Suparno dan menunjukkan foto-foto tersebut.
Suparno menatap foto-foto itu lama. Wajahnya memucat. "Kalian sudah membangunkan sesuatu yang seharusnya tetap tidur," katanya gemetar.
"Maksud Kakek apa?" tanya Lita, panik.
Suparno duduk berat di kursi kayu tua, lalu mulai bercerita. Dulu, di rumah itu pernah terjadi tragedi. Seorang perempuan muda, pembantu keluarga mereka, meninggal secara tragis di lorong belakang. Ia ditemukan tergantung tanpa alasan yang jelas. Sejak saat itu, arwahnya dipercaya masih menghantui rumah tersebut.
"Dulu, kamera itu pernah digunakan untuk mengambil foto arwah di acara pemanggilan roh. Sejak itu, kamera itu menjadi jembatan... antara dunia kita dan dunia mereka," jelas Suparno dengan suara bergetar.
Ketakutan mulai merayapi Lita dan Rina. Malam itu, Lita mencoba membakar foto-foto tersebut, berharap bisa memutus gangguan yang mungkin datang. Tapi anehnya, saat api menyala, foto-foto itu tidak terbakar. Api justru padam dengan sendirinya, meninggalkan bau anyir yang memenuhi ruangan.
Rina tiba-tiba berteriak. "Lita! Lihat!"
Di dinding kamar, muncul bekas tangan hitam seperti cap tangan terbakar. Jari-jarinya panjang, mencengkeram dinding seolah hendak menarik keluar sesuatu.
Lita menjerit ketakutan. Ia segera menelepon Pak Ustad di desa mereka untuk membantu. Pak Ustad datang malam itu juga, membawa air doa dan bacaan ayat suci.
Saat Pak Ustad mulai berdoa, rumah itu bergetar halus. Angin dingin berhembus keras, membuat jendela-jendela berderak.
"Ada yang marah di sini," kata Pak Ustad serius. "Kalian harus meminta maaf."
Dengan gemetar, Lita dan Rina meminta maaf sambil memegang kamera tua itu. Pak Ustad kemudian membungkus kamera tersebut dengan kain kafan putih dan membawanya pergi untuk dikubur di tempat suci.
Setelah kamera itu dikubur, kejadian-kejadian aneh perlahan berhenti. Namun, trauma itu tetap membekas di hati Lita dan Rina. Mereka berjanji tidak akan pernah lagi meremehkan benda-benda tua, apalagi yang punya sejarah kelam.
Rumah tua itu tetap berdiri, sunyi dan penuh rahasia. Dan di lorong belakang, saat malam sangat sunyi, kadang terdengar langkah pelan... seolah ada seseorang yang masih berkeliaran, mencari sesuatu yang pernah diambil darinya.
Beberapa bulan kemudian, seorang pembeli rumah tua itu berminat untuk membelinya. Ia seorang pengusaha properti yang ingin merenovasi rumah tersebut menjadi vila. Tanpa tahu sejarah kelamnya, ia mulai membongkar bagian-bagian rumah.
Suatu pagi, saat pekerja membongkar lantai di lorong belakang, mereka menemukan sesuatu yang membuat semua orang terpaku ketakutan: seikat rambut panjang yang masih basah, terkubur bersama sebuah foto tua yang nyaris lapuk.
Di foto itu, tampak seorang perempuan muda berdiri di lorong, dengan senyum aneh di wajahnya. Perempuan itu sama persis seperti yang muncul di foto-foto milik Lita dan Rina.
Tanpa banyak bicara, pengusaha itu membatalkan rencana renovasinya. Ia bahkan memutuskan menjual rumah itu dengan harga murah, namun tak seorang pun berani membelinya.
Desa itu tetap hidup dalam ketenangan, tapi semua orang tahu, rumah Suparno kini telah menjadi rumah yang dijauhi. Anak-anak kecil dilarang bermain dekat rumah itu. Orang dewasa pun lebih memilih berjalan cepat setiap melewati lorong depan rumah tua itu.
Dan di tengah malam, bagi mereka yang cukup nekat lewat, kadang-kadang, terdengar suara klik kamera di kegelapan — seakan ada sesuatu yang masih mencoba mengabadikan mereka dalam dunia yang tak kasat mata.
Suatu malam, Rina mendapat pesan misterius di ponselnya. Sebuah foto terkirim tanpa nama pengirim. Saat ia membukanya, darahnya seolah membeku. Foto itu menunjukkan dirinya sendiri sedang tidur, dengan bayangan perempuan berambut panjang berdiri di sudut kamarnya.
"Lita, aku dapat foto aneh!" Rina menelepon dengan suara bergetar.
Lita yang juga merasa aneh, langsung mendatangi rumah Rina. Saat mereka membahas foto itu, tiba-tiba lampu kamar padam. Gelap gulita menyelimuti ruangan.
"Rina... jangan bergerak," bisik Lita ketakutan.
Dari sudut kamar, terdengar suara langkah pelan mendekat. Lita menggenggam tangan Rina erat-erat. Dalam kegelapan, samar-samar mereka melihat siluet perempuan berambut panjang, merangkak mendekati mereka.
Pak Ustad yang sebelumnya sudah curiga, datang dengan membawa beberapa jamaah untuk membacakan doa di rumah Rina. Malam itu penuh perjuangan, doa-doa menggema melawan kekuatan gelap yang merasuk.
Setelah berjam-jam, akhirnya suasana kembali normal. Tapi tidak sepenuhnya.
"Arwah itu tidak bisa benar-benar pergi," kata Pak Ustad. "Karena sesuatu yang mengikatnya belum ditemukan."
Setelah diselidiki lebih dalam, ditemukan bahwa di balik lorong lama rumah Suparno, masih tersembunyi ruang rahasia. Dengan bantuan warga, mereka membuka ruang itu. Di dalamnya, ditemukan pakaian perempuan kusut penuh darah, dan sebuah cermin tua retak yang tampak seperti telah lama menyimpan dendam.
Pak Ustad segera mengadakan upacara pembersihan. Pakaian itu dikubur, cermin retak itu dihancurkan, dan doa-doa terus dipanjatkan berhari-hari.
Setelah semua ritual selesai, gangguan di rumah Lita dan Rina berhenti. Mereka bisa tidur tenang kembali, walau kenangan buruk itu masih menghantui pikiran mereka.
Namun sampai hari ini, cerita tentang "foto yang menghilang" tetap menjadi legenda kelam di desa mereka. Setiap kali ada yang menemukan kamera tua atau benda antik misterius, warga desa selalu mengingatkan: "Jangan pernah sembarangan. Karena tidak semua kenangan harus diabadikan."
Posting Komentar