Misteri Jenglot: Makhluk Kecil Pembawa Petaka
Misteri Jenglot: Makhluk Kecil Pembawa Petaka
Di sebuah kampung terpencil di lereng Gunung Salak, hidup seorang kolektor benda mistis bernama Pak Harto. Ia dikenal sebagai orang yang eksentrik, suka mengumpulkan barang-barang kuno dari pelosok nusantara. Namun, satu benda yang menjadi pusat perhatian warga adalah jenglot yang ia simpan dalam kotak kaca, diletakkan di altar khusus di dalam rumahnya.
"Pak Harto itu aneh, siapa juga yang mau simpan makhluk seperti itu di rumah?" bisik Bu Ina kepada tetangganya saat lewat depan rumah Pak Harto.
Jenglot itu kecil, sekitar 15 cm panjangnya, berambut panjang, kuku tajam, dan wajah menyeramkan. Konon, jenglot itu ditemukan Pak Harto saat menggali tanah tua di sekitar situs purbakala yang tak jauh dari kampung. Sejak jenglot itu dibawa pulang, hal-hal aneh mulai terjadi.
Malam-malam terdengar suara geraman kecil dari dalam rumah Pak Harto. Ayam-ayam miliknya mati mendadak, dan setiap malam Jumat Kliwon, lampu di rumahnya berkedip tanpa sebab. Namun yang paling mengerikan adalah perubahan sikap Pak Harto sendiri.
"Ayah sekarang jarang bicara... dia cuma duduk di depan kotak jenglot itu setiap malam," ujar Rani, anak perempuan Pak Harto, kepada temannya, Fajar.
Fajar mengangguk, wajahnya serius. "Mungkin sebaiknya kamu buang jenglot itu, Ran. Banyak yang bilang, jenglot bisa menyerap energi kehidupan di sekitarnya."
"Tapi Ayah nggak mau. Dia bilang jenglot itu pemberian dari alam gaib, dan harus dihormati," jawab Rani dengan nada takut.
Suatu malam, Rani memberanikan diri mengintip dari balik pintu. Ayahnya duduk bersila di depan kotak kaca. Wajahnya pucat, matanya merah. Ia bergumam dalam bahasa yang tak dimengerti.
"Lindungi aku... beri aku kekuatan... darah... darah segar..." bisik Pak Harto dengan suara serak.
Rani menutup mulutnya agar tak menjerit. Ia berlari ke kamar dan menangis ketakutan. Sejak malam itu, mimpi buruk menghantuinya. Dalam mimpinya, jenglot itu hidup. Ia berjalan pelan dengan kuku-kuku tajam mengarah ke lehernya, memintanya untuk menyerahkan darah.
Keesokan harinya, Rani menemui ustaz di kampung, Ustaz Harun, dan memohon bantuan.
"Ustaz, saya takut. Ayah seperti kerasukan. Dia bicara dengan jenglot itu," ujar Rani gemetar.
Ustaz Harun mengangguk perlahan. "Jenglot bukan sekadar benda mati. Itu wadah makhluk halus yang bisa menjadi perantara dunia lain. Kalau tidak dijaga dengan benar, bisa membawa bencana."
Mereka sepakat untuk datang malam harinya dan melakukan ruqyah di rumah Pak Harto. Saat malam tiba, Ustaz Harun datang bersama beberapa warga yang pemberani. Saat mereka masuk, suasana rumah terasa berat. Udara menjadi dingin, dan bau amis menyengat tercium dari arah altar.
Pak Harto duduk dengan mata tertutup, tubuhnya menggigil. Kotak kaca jenglot terbuka, dan makhluk kecil itu tidak ada di dalamnya.
"Allahu Akbar!" seru Ustaz Harun saat melihat makhluk hitam berambut panjang berdiri di sudut ruangan. Matanya merah menyala.
Rani menjerit. Para warga ketakutan, namun Ustaz Harun terus membaca ayat suci dengan lantang. Makhluk itu menggeram, lalu berlari cepat ke arah langit-langit dan menghilang ke dalam bayangan.
Tubuh Pak Harto terkulai. Ia pingsan. Setelah siuman, ia menangis dan memohon ampun.
"Aku hanya ingin kekuatan... aku tak tahu makhluk itu haus darah," ucapnya lirih.
Jenglot itu akhirnya dikuburkan di tanah kosong dekat makam tua dengan doa-doa khusus. Namun kejadian menyeramkan belum berakhir.
Beberapa hari setelahnya, warga yang ikut dalam proses penguburan mengalami hal aneh. Salah satu warga, Pak Jono, ditemukan tewas di ladangnya dengan wajah menghitam dan kuku panjang yang menancap di lehernya.
"Warga desa mulai panik. Mereka percaya jenglot itu belum tenang. Arwahnya gentayangan," ujar Bu Ina di pos ronda.
Ustaz Harun menggelar doa bersama selama tujuh hari berturut-turut. Namun malam keempat, saat langit diselimuti awan pekat, jenglot itu muncul di mimpi seluruh warga yang ikut. Mereka semua bermimpi berada di ruangan gelap, dan jenglot berdiri di depan mereka sambil berkata, "Darahmu... hutangmu... belum lunas."
Fajar, yang juga ikut menggali liang kubur jenglot, menghilang tanpa jejak. Sepeda motornya ditemukan di pinggir hutan, tapi tak ada jejak dirinya.
"Aku takut, Pak Ustaz. Apa yang harus kami lakukan?" tanya Rani.
Ustaz Harun memutuskan untuk mengadakan ritual pembersihan kampung dengan bantuan seorang kyai dari pesantren besar di luar kota. Kyai Malik datang membawa kitab tua dan tongkat kayu cendana.
"Mahluk itu tidak sepenuhnya dari dunia ini. Ia terikat perjanjian darah. Kita harus memutuskan ikatannya dengan doa dan pengorbanan," ujar Kyai Malik.
Malam Jumat Kliwon, seluruh kampung berkumpul di lapangan. Mereka menyalakan obor dan membentuk lingkaran. Di tengah lingkaran diletakkan replika jenglot yang dibuat dari tanah kuburan.
Doa-doa dilantunkan hingga tengah malam. Angin berhembus kencang. Langit menggelap seperti malam akan runtuh. Lalu terdengar jeritan panjang dari arah sungai.
Jenglot terakhir kali terlihat berdiri di atas batu besar di pinggir sungai, sebelum meledak menjadi debu dan angin berhenti seketika. Udara menjadi hangat kembali. Warga menangis lega.
Sejak saat itu, kampung tersebut kembali damai. Pak Harto menjadi rajin ke masjid, Rani melanjutkan sekolahnya, dan tak ada lagi yang berani menyimpan benda mistis di rumah mereka.
Namun, di balik kedamaian itu, tersimpan satu rahasia kecil. Di lemari tua di kamar Rani, tersembunyi segenggam rambut hitam yang ditemukan tergulung di balik bantal. Rambut itu tumbuh... setiap malam Jumat. Rani hanya bisa menatapnya dengan mata kosong, tak bisa menutupi ketakutannya. Jenglot itu masih ada, meski secara fisik telah hilang.
Beberapa warga mulai merasakan ketegangan kembali. Dulu, mereka percaya bahwa jenglot itu sudah musnah, tetapi malam-malam kembali terasa mencekam. Beberapa orang mengaku mendengar suara bisikan pelan yang mengatakan, "Aku belum selesai." Makhluk itu, meskipun tak terlihat, seolah-olah masih ada di sekitar mereka. Setiap Jumat malam, beberapa warga merasa ada yang mengintai di sudut-sudut gelap kampung.
Kini, dengan Rani yang merasa terikat dengan keberadaan rambut tersebut, cerita ini belum sepenuhnya berakhir. Jenglot itu mungkin telah hancur, namun roh yang terkunci dalam jenglot mungkin belum sepenuhnya pergi... dan apa yang akan terjadi selanjutnya, hanya waktu yang akan mengungkapkannya.
Posting Komentar