Penampakan di Istana Maimun, Medan

Table of Contents
Penampakan di Istana Maimun, Medan - Cerpen Horor Mania

Penampakan di Istana Maimun, Medan

Malam itu, langit di atas kota Medan tampak kelabu. Gerimis tipis turun membasahi halaman Istana Maimun, sebuah bangunan megah peninggalan Kesultanan Deli yang kini menjadi destinasi wisata sejarah. Namun di balik keindahannya, istana itu menyimpan cerita yang tidak pernah dimuat di brosur wisata—kisah tentang penampakan yang membuat bulu kuduk merinding.

Aldi, mahasiswa arkeologi dari Jakarta, sedang melakukan penelitian tentang arsitektur kuno Sumatra. Ia memutuskan untuk bermalam di Medan dan mengunjungi Istana Maimun setelah mendapatkan izin khusus dari pengelola. Bersama dua temannya, Andra dan Rina, mereka diberi kesempatan untuk menjelajah istana di luar jam operasional.

“Kita benar-benar dikasih izin explore malam hari? Ini keren banget!” seru Andra dengan kamera tergantung di lehernya.

“Tapi aku dengar ada bagian istana yang tidak boleh dimasuki, apalagi malam-malam begini,” kata Rina pelan, memandangi aula utama yang remang-remang.

“Ah, itu cuma mitos lokal. Kita di sini buat riset ilmiah, bukan jadi pemburu hantu,” balas Aldi sambil membuka catatan lapangannya.

Mereka mulai menyusuri lorong-lorong dalam istana. Ornamen bergaya Timur Tengah dan Eropa tampak memukau, tapi suasana mencekam mulai terasa saat mereka memasuki bagian sayap timur—area yang menurut warga sekitar sering terdengar suara tangisan dan langkah kaki di malam hari.

“Lihat itu,” bisik Rina, menunjuk ke sebuah pintu besar yang setengah terbuka. “Itu ruangan bekas kamar Sultan, kan?”

“Iya. Tapi... kok bisa terbuka? Tadi penjaganya bilang ruangan itu dikunci,” ujar Aldi, mulai merasa tidak nyaman.

Andra, yang penasaran, melangkah masuk lebih dulu sambil menyalakan senter. “Halo? Ada orang di dalam?”

Ruangan itu gelap dan berdebu. Di tengahnya, terdapat ranjang tua dengan kelambu sobek. Di dinding, tergantung potret seorang wanita berkebaya kuning emas dengan mata tajam yang seolah mengikuti siapa pun yang memandangnya.

“Siapa dia?” tanya Rina sambil mendekati lukisan.

“Kemungkinan salah satu istri Sultan. Tapi tidak ada catatan jelas tentangnya,” ujar Aldi sambil meneliti bingkai lukisan.

Tiba-tiba, udara menjadi dingin. Lampu senter Andra bergetar lalu mati seketika.

“Eh, baterainya penuh tadi!” keluh Andra panik.

Dalam gelap, terdengar suara langkah kaki pelan dan desahan napas berat. Rina menggenggam tangan Aldi erat-erat.

“Kalian dengar itu?” bisiknya ketakutan.

Sebuah suara lirih, seperti tangisan wanita, terdengar dari arah ranjang.

“Tolong... jangan usik aku...”

Dengan gemetar, mereka bertiga mundur perlahan. Namun sebelum mereka bisa keluar, pintu kamar tertutup sendiri dengan keras, membuat Rina menjerit.

“Kita terkunci!” teriak Andra, mencoba membuka pintu dengan bahu.

Dari cermin tua di sudut ruangan, tampak bayangan wanita berkebaya emas—sama persis dengan lukisan—berdiri di belakang mereka. Wajahnya pucat, mata hitam kelam, dan rambut panjang terurai.

“AAAHHHH!” Aldi membalikkan badan, tapi sosok itu telah menghilang.

Rina mulai menangis. “Aku nggak kuat... kita harus keluar sekarang juga!”

Dengan kekuatan panik, Andra berhasil mendobrak pintu. Mereka berlari keluar, napas memburu, namun lorong istana tampak berbeda. Seolah mereka tersesat dalam ruang yang tidak mereka kenal.

“Ini bukan lorong yang tadi...” gumam Aldi bingung. “Ada apa ini? Kenapa seperti labirin?”

Langkah kaki terdengar lagi, kali ini lebih jelas. Mereka bersembunyi di balik lemari besar, menahan napas. Sosok wanita itu berjalan perlahan, melewati mereka, tapi kemudian berhenti. Ia menoleh, matanya menatap tajam ke arah lemari.

“Kalian melihatku... maka kalian harus mendengar kisahku...”

Ruang tiba-tiba berubah menjadi suasana tempo dulu. Mereka menyaksikan kilas balik kejadian masa lalu. Sang wanita berkebaya—yang ternyata bernama Putri Kamariah—adalah istri Sultan yang dipenjara karena dituduh berkhianat. Ia wafat secara tragis, dibunuh secara diam-diam agar aib keluarga kerajaan tidak tersebar.

“Jasadku tidak pernah dimakamkan... aku dikubur di bawah istana ini... dan jiwaku terkurung di sini selamanya,” suaranya menggema sedih.

Ketika bayangan masa lalu menghilang, mereka bertiga telah kembali ke lorong semula. Aldi berdiri gemetar, tak bisa berkata-kata.

“Kita... harus memberitahu pengelola. Setidaknya, kisah ini harus diketahui,” kata Rina dengan suara parau.

Keesokan harinya, mereka menyampaikan cerita itu pada pengurus istana. Seorang penjaga tua mengangguk pelan, lalu berkata, “Putri Kamariah memang pernah ada, tapi catatannya dihapus. Banyak yang tak ingin sejarah kelam itu diungkap.”

Sejak saat itu, Aldi membuat tulisan ilmiah dan cerita fiksi berdasarkan pengalaman mereka. Ia berharap, kisah tragis Putri Kamariah tak lagi terkubur dalam dinding tua istana.

Namun, meskipun Aldi dan teman-temannya berhasil melarikan diri, kejadian itu tidak berhenti begitu saja. Setiap kali Aldi membuka laptopnya untuk menulis, bayangan sosok wanita berkebaya emas selalu menghampirinya, menatapnya dengan mata penuh harapan. Seolah dia ingin kisahnya terus diceritakan.

Suatu malam, saat Aldi sedang menyusun ulang catatan penelitiannya di sebuah kafe di Medan, ponselnya bergetar. Sebuah pesan singkat masuk:

“Terima kasih, Aldi. Kamu telah mendengar kisahku. Sekarang waktunya kamu menulis lebih banyak lagi...”

Aldi terdiam, mata terbuka lebar. Ia merasakan seberkas dingin menyelimuti tubuhnya. Pesan itu datang tanpa nama pengirim, tapi ada foto lama istana Maimun terlampir di dalamnya. Foto itu terlihat sangat aneh—seperti lukisan, namun bayangan putri berkebaya emas muncul di sudut gambar, menatapnya tajam.

“Apa maksud pesan ini?” Aldi bergumam. Ia tidak tahu harus merasa takut atau justru lega bahwa kisah Putri Kamariah mulai terdengar ke dunia luar. Namun, setiap malam sejak itu, di setiap mimpinya, ia selalu melihat sosok putri itu, berdiri di balik jendela istana, menunggu, dengan tatapan penuh permohonan.

Di Medan, istana Maimun tetap menjadi tempat yang penuh misteri. Walaupun banyak pengunjung datang untuk menikmati keindahan sejarahnya, tak jarang beberapa dari mereka merasa ada yang aneh dengan suasana malam di sana. Beberapa bahkan mengaku melihat sosok wanita berkebaya emas di jendela, memandang mereka dengan tatapan kosong, seolah menunggu seseorang untuk mendengar kisahnya yang belum selesai.

Dan setiap kali kisah Putri Kamariah diceritakan, para pengunjung yang baru datang merasa bahwa mereka telah disambut oleh sebuah misteri yang tak terpecahkan. Apakah itu kebetulan ataukah memang takdir sang putri yang meminta agar kisahnya terus diungkap? Hanya mereka yang berani datang pada malam hari yang akan tahu jawabannya.

Posting Komentar