Hantu di Rumah Dinas Bupati, Jawa Tengah
Cerita Seram: Hantu di Rumah Dinas Bupati, Jawa Tengah
Rumah dinas Bupati yang berdiri megah di pusat kota kecil di Jawa Tengah itu menyimpan banyak cerita. Dibangun sejak zaman kolonial, bangunan itu memiliki arsitektur khas Belanda, dengan langit-langit tinggi dan lorong-lorong panjang yang seolah menyimpan bisikan masa lalu. Warga sekitar menyebutnya “Gedung Tua”, dan meski kini fungsinya resmi, aura mistisnya tetap terasa kuat.
Cerita ini bermula saat Bupati baru, Pak Darmawan, beserta keluarganya pindah ke rumah dinas tersebut. Istrinya, Bu Ratna, dan dua anak mereka yang masih kecil awalnya sangat antusias. Namun antusiasme itu tak bertahan lama.
Malam pertama mereka tinggal di sana, sudah terjadi keanehan. Saat tengah malam, Bu Ratna mendengar suara kursi digeser dari ruang makan. Awalnya ia mengira itu ulah anak-anak yang bangun dan bermain. Tapi saat diperiksa, ruang makan kosong. Anak-anak masih tertidur lelap di kamar.
“Mas, tadi aku dengar suara kursi digeser dari bawah,” kata Bu Ratna sambil mengguncang bahu suaminya yang setengah tertidur.
“Ah, mungkin tikus, Bu. Rumah tua pasti banyak suara-suara aneh,” balas Pak Darmawan malas sambil kembali memejamkan mata.
Namun malam berikutnya lebih mencekam. Kali ini suara langkah kaki terdengar jelas dari lantai atas, padahal seluruh keluarga sedang berada di ruang tengah. Suara itu terus berjalan pelan, seperti menyeret kaki.
Pak Darmawan langsung memanggil penjaga rumah, Pak Seno. Pria tua yang sudah puluhan tahun bekerja di rumah dinas itu tampak gelisah.
“Ada apa, Pak Bupati?” tanyanya sambil membawa senter.
“Kamu denger nggak suara dari atas? Ada yang jalan-jalan padahal kita semua di bawah,” jawab Pak Darmawan.
Pak Seno terdiam sesaat. “Maaf, Pak. Memang… dari dulu sudah sering begitu. Tapi selama tidak diganggu, biasanya mereka juga tidak mengganggu.”
Pak Darmawan menatap tajam. “Mereka? Maksudmu siapa?”
“Penghuni lama, Pak. Arwah Belanda dan seorang perempuan Jawa. Dulu katanya pembantu yang disiksa tentara kolonial di rumah ini,” jawab Pak Seno lirih.
Bu Ratna mulai merasa tidak nyaman. Ia meminta suaminya untuk mempertimbangkan pindah, tapi Pak Darmawan menolaknya.
“Kita tinggal di sini demi tugas, Bu. Jangan takut sama hal begituan.”
Namun teror belum berhenti. Suatu malam, anak mereka yang paling kecil, Dita, menjerit dari kamarnya. Saat mereka berlari masuk, gadis kecil itu menangis histeris dan menunjuk ke sudut kamar.
“Tante itu, Bu! Tante itu berdiri di situ! Mukanya serem banget!” isaknya sambil menutup mata.
Di sudut kamar tak ada siapa-siapa. Tapi udara mendadak menjadi dingin, dan jendela berderit pelan meski tertutup rapat. Aroma anyir darah tercium samar-samar.
Bu Ratna akhirnya memutuskan memanggil seorang ustaz yang dikenal ahli ruqyah. Namanya Ustaz Malik, berasal dari desa sebelah.
Begitu memasuki rumah, Ustaz Malik langsung mengerutkan dahi.
“Banyak energi negatif di sini. Bukan satu… tapi tiga sosok. Dua di antaranya sangat kuat,” ujarnya sambil mulai membaca ayat-ayat suci.
Saat ruqyah dimulai, suasana berubah drastis. Lampu ruang tamu tiba-tiba padam, dan dari loteng terdengar suara tangisan wanita, melengking panjang hingga membuat anak-anak menutup telinga.
“Astaghfirullah… Ini jin kafir yang menempati rumah sejak zaman Belanda. Mereka marah karena merasa terganggu,” kata Ustaz Malik dengan napas terengah.
Ritual berlangsung lebih dari satu jam. Saat selesai, Ustaz Malik menyarankan agar rumah itu dibersihkan secara spiritual setiap malam Jumat dan tidak ditinggalkan kosong terlalu lama.
Namun kejadian semakin mengerikan. Suatu malam, Pak Darmawan harus pulang larut karena urusan dinas. Ia masuk rumah sekitar pukul dua dini hari. Saat melewati lorong utama, ia melihat seorang wanita muda duduk di ujung lorong, rambutnya panjang menutupi wajah.
“Bu Ratna?” panggilnya, tapi sosok itu tak menjawab.
Ia mendekat, namun wanita itu perlahan menoleh. Wajahnya pucat, matanya kosong, dan darah mengalir dari mulutnya. Pak Darmawan langsung mundur, namun sosok itu menghilang begitu saja.
Keesokan harinya, ia memutuskan memanggil tim dari Kesbangpol untuk menyelidiki sejarah rumah dinas. Dari data lama, diketahui bahwa rumah tersebut pernah menjadi markas tentara Belanda. Banyak warga yang hilang dan disiksa di dalamnya, terutama seorang perempuan pembantu rumah tangga yang digantung di loteng karena dituduh mata-mata.
Tak hanya itu, ada catatan dari arsip kolonial yang menyebut seorang perwira Belanda meninggal bunuh diri di kamar utama rumah itu. Konon, arwahnya gentayangan dan sering terlihat menampakkan diri pada malam hari, lengkap dengan seragam militer dan pistol tergantung di pinggang.
Pak Darmawan semakin yakin bahwa rumah itu sudah tidak layak huni. Namun atasannya meminta agar rumah tetap digunakan untuk acara resmi sebagai simbol warisan sejarah.
Sebulan kemudian, saat berlangsungnya acara makan malam kenegaraan di rumah dinas, tamu penting dari Jakarta tiba-tiba kesurupan saat berada di lorong belakang. Tubuhnya kejang, dan dari mulutnya keluar suara berat berbahasa Belanda.
“Wij zijn nog steeds hier… Dit is ons huis!” — “Kami masih di sini… Ini rumah kami!”
Acara kacau. Tamu-tamu panik dan beberapa bahkan keluar rumah dengan wajah pucat pasi. Setelah kejadian itu, media lokal mulai menyorot sisi mistis rumah dinas Bupati. Beberapa wartawan datang, bahkan acara TV horor sempat merekam aktivitas gaib di dalam rumah tersebut.
Salah satu kru acara sempat kerasukan. Ia menjerit sambil menunjuk ke atas loteng dan berteriak, “Dia masih tergantung! Dia belum dibebaskan!”
Mendengar itu, Ustaz Malik bersama tim spiritualnya kembali datang dan melakukan pembersihan total selama tiga hari berturut-turut. Namun menurut mereka, arwah di rumah itu tidak ingin pergi.
“Mereka tidak menerima kematian mereka. Mereka mati karena kekejaman, bukan karena takdir. Itu yang membuat mereka tetap tinggal,” ujar Ustaz Malik.
Akhirnya, keputusan besar diambil. Rumah dinas tidak lagi digunakan sebagai tempat tinggal atau acara. Pemerintah daerah membangun rumah dinas baru yang lebih modern dan aman. Rumah tua itu kini dikunci rapat, hanya dibuka untuk keperluan dokumentasi sejarah.
Namun warga sekitar masih sering melaporkan kejadian aneh. Suara teriakan dari dalam rumah, penampakan perempuan menangis di jendela lantai dua, dan sesekali bau darah segar yang muncul tanpa sebab.
Seorang pemuda penjaga malam pernah mengaku melihat pintu depan rumah terbuka sendiri pukul tiga dini hari. Saat ia mendekat untuk menutupnya, ia melihat bayangan seorang pria tinggi berseragam Belanda berdiri di balik tirai, menatapnya dengan mata merah menyala.
“Rumah itu seharusnya dibongkar,” kata warga bernama Pak Jaimin. “Tapi katanya, kalau dibongkar bisa lebih parah… arwahnya bisa menyebar ke mana-mana.”
Kini, rumah dinas itu menjadi legenda kota. Cerita tentangnya menjadi peringatan tak tertulis bagi siapa pun yang mencoba meremehkan kekuatan dari masa lalu. Dan setiap malam Jumat Kliwon, warga sekitar masih menyalakan dupa di depan rumah, berharap para arwah tenang, walau hanya untuk semalam.
Posting Komentar