Kisah Horor: Terowongan yang Berakhir Maut

Table of Contents
Kisah Horor, Terowongan yang Berakhir Maut - Cerpen Horor Mania

Kisah Horor: Terowongan yang Berakhir Maut di Jawa Barat

Legenda Terowongan Kereta Purba

Di tengah hutan lebat daerah Garut, Jawa Barat, terdapat sebuah terowongan tua peninggalan zaman kolonial yang dikenal masyarakat sekitar dengan nama Terowongan Gombong. Jalur relnya sudah lama tidak aktif, ditelan semak dan ditinggalkan sejarah. Namun, dari masa ke masa, terowongan itu tetap menyimpan misteri kelam—terutama tentang suara kereta tengah malam dan hilangnya orang yang nekat memasukinya.

Lima mahasiswa dari Bandung—Rian, Siska, Dedi, Lintang, dan Arul—berniat menelusuri terowongan tersebut untuk konten YouTube bertema urban exploration. Mereka tak percaya cerita horor yang beredar, dan beranggapan itu hanya mitos untuk menakuti warga.

Perjalanan Menuju Terowongan Terlarang

Hari itu, langit Garut mendung pekat saat mobil mereka sampai di pinggir hutan. Mereka berjalan kaki sekitar satu kilometer hingga menemukan mulut terowongan yang lebar dan gelap seperti mulut raksasa. Kabut tipis menggantung di sekelilingnya, dan udara di sana lebih dingin daripada tempat lain.

"Ada bau besi karat ya," kata Siska sambil menutup hidung.

"Maklum, rel tua. Tapi keren juga sih, nuansanya dapet," jawab Rian sembari mengangkat kameranya dan mulai merekam.

Lintang tampak ragu. "Kalian yakin ini aman? Aku dengar pernah ada yang hilang waktu eksplor ke sini."

"Tenang, kita nggak bakal jauh-jauh. Masuk 10 menit terus balik," sahut Dedi santai.

Tanpa ragu, mereka menyalakan senter dan melangkah masuk. Semakin jauh, udara menjadi dingin dan lembab. Dinding terowongan basah oleh lumut, dan di kejauhan terdengar tetesan air yang jatuh terus-menerus.

Suara Kereta dari Kegelapan

Baru lima menit berjalan, mereka mendengar suara aneh—seperti peluit kereta dari masa lalu.

"Eh, kalian denger itu?" tanya Arul, menghentikan langkahnya.

Peluit itu terdengar lagi, lalu disusul suara gemuruh seperti roda baja menggilas rel. Semakin keras... dan semakin dekat.

"Tunggu... ini nggak mungkin. Relnya udah nggak aktif sejak tahun '70-an!" Rian panik.

Tiba-tiba, angin dingin bertiup dari arah dalam, membawa serta suara tangisan perempuan. Tangis itu lirih, menyayat hati.

Siska menggigil. "Ada yang nangis! Itu suara manusia, kan?"

Mereka saling menatap. Lalu dari balik kegelapan, muncul cahaya seperti lampu kepala kereta. Namun anehnya, suara itu datang tanpa wujud—tidak ada lokomotif, tidak ada gerbong. Hanya kilatan lampu dan getaran.

"RUN!" teriak Lintang. Mereka berlari ke arah luar terowongan. Tapi seolah terowongan memanjang, semakin mereka berlari, semakin jauh ujung mulut terowongan terasa.

Arwah Penunggu Rel

Tiba-tiba, Arul terjatuh. Ketika Rian menoleh untuk menolong, ia melihat sosok wanita berkebaya berdiri di samping Arul. Wajahnya rusak, matanya hitam dan mengucurkan darah.

"Dia sudah milik kami…" ucap wanita itu lirih.

Sontak Rian menarik Arul dan memaksa bangun. Mereka terus berlari, akhirnya sampai di titik di mana sinar matahari masuk lagi.

Namun ketika keluar, mereka hanya berempat. Dedi tidak ada.

"Dedi? Di mana Dedi?!" Siska menjerit panik.

Mereka berteriak memanggil, namun hanya gema yang menjawab. Ketika mencoba masuk lagi, tiba-tiba kabut tebal menyelimuti terowongan. Suaranya berubah hening. Tidak ada jawaban, tidak ada langkah kaki, hanya rasa dingin yang merayap ke tulang.

Misteri yang Terungkap

Keesokan harinya, mereka menemui kepala desa setempat, Pak Anwar. Wajahnya langsung berubah saat mendengar kata "Terowongan Gombong".

"Kalian masuk ke sana? Itu tempat kutukan. Banyak pekerja paksa zaman Belanda mati terkubur di dalam dindingnya. Terutama perempuan-perempuan lokal yang dijadikan tumbal," kata Pak Anwar sambil memegang tasbihnya erat.

Rian mencoba menunjukkan video yang mereka rekam, namun anehnya, file-nya korup. Yang tersisa hanya suara peluit dan tangisan perempuan.

"Itu pertanda kalian tak diizinkan membawa kenangan dari sana," kata Pak Anwar.

Mereka kembali ke Bandung dalam keadaan trauma. Siska bahkan mengalami mimpi buruk setiap malam—selalu mimpi terjebak dalam terowongan, dikelilingi arwah yang menyentuh wajahnya dengan tangan dingin.

Fenomena Pasca Kejadian

Lintang berhenti kuliah dan memilih pulang ke rumah orang tuanya di Tasikmalaya. Ia merasa terus diikuti bayangan gelap, dan sempat mencoba bunuh diri karena tak tahan mendengar tangisan yang terus terdengar tiap malam.

Sementara Arul menjadi pendiam. Ia berhenti menggunakan HP, menjauh dari internet, dan bahkan tidak berbicara kepada siapa pun kecuali ibunya.

Rian mencoba mencari bantuan spiritual. Seorang ustaz tua menyarankannya melakukan ritual pembersihan jiwa.

“Yang kalian hadapi bukan sekadar hantu. Itu makhluk penjaga tempat terkutuk. Setiap yang masuk tanpa izin dianggap pengganggu,” jelas sang ustaz.

Namun pembersihan tidak cukup. Karena ternyata… Dedi belum benar-benar pergi.

Bayangan yang Kembali

Beberapa bulan kemudian, Siska menerima pesan WhatsApp dari nomor tak dikenal.

_Isi pesannya: "Kalian sudah tinggalkan aku..."_

Foto profilnya adalah wajah Dedi, namun dengan mata hitam dan darah menetes dari bibirnya.

Tak lama setelah itu, akun media sosial Rian mengunggah video otomatis—potongan dari rekaman terowongan, menunjukkan Dedi berdiri di ujung lorong, tersenyum kaku. Rian bersumpah dia tidak pernah mengunggahnya.

Pihak keluarga Dedi mendatangi mereka dan meminta penjelasan. Mereka pun menceritakan semuanya, tapi tak ada yang bisa membuktikan bahwa Dedi memang ikut dan hilang di terowongan.

Pemanggilan Arwah dan Kebenaran yang Mengguncang

Akhirnya, atas saran seorang paranormal dari Ciamis, dilakukan ritual pemanggilan arwah untuk mencoba berkomunikasi dengan Dedi. Dalam ritual itu, Arul menjadi medium.

Begitu kesurupan, suara Arul berubah berat. "Aku tidak bisa pulang... Mereka menahanku... Karena kalian membuka pintu..."

Ritual itu harus dihentikan karena Arul hampir pingsan. Tapi satu hal jadi jelas: Dedi belum benar-benar tiada. Ia ditahan oleh makhluk-makhluk yang mendiami terowongan.

Sejak saat itu, nama Terowongan Gombong makin dikenal di kalangan pemburu misteri. Tapi Rian dan teman-temannya memperingatkan: jangan coba-coba masuk hanya untuk konten. Terowongan itu bukan tempat wisata.

Penutup: Jangan Main-Main dengan Dunia Tak Terlihat

Kisah ini menjadi pengingat bahwa di Indonesia, banyak tempat yang terlihat biasa, namun menyimpan sejarah dan energi yang tidak bisa dianggap remeh. Terowongan yang berakhir maut ini hanyalah satu dari sekian banyak saksi bisu penderitaan masa lalu.

Untuk mereka yang percaya atau tidak percaya, satu hal pasti—jangan pernah meremehkan tempat yang sudah diberi peringatan oleh warga setempat. Karena sekali masuk... belum tentu bisa keluar dengan utuh.

"Terowongan itu bukan sekadar lorong... tapi gerbang ke dunia yang tak ingin kalian ganggu."

Posting Komentar