Bisikan Gaib: Pesan dari Dunia Arwah
Bisikan Tengah Malam: Tangisan Dari Bawah Tanah
Desa Sumbersari di Jawa Timur dikenal sebagai desa yang tenang dan damai. Namun, di balik kesejukannya, tersimpan kisah kelam yang hanya dibisikkan dari mulut ke mulut. Konon, suara-suara gaib sering terdengar di malam hari, menyampaikan pesan dari dunia arwah kepada manusia yang terpilih.
Rani, seorang mahasiswi dari Malang, datang ke Sumbersari untuk menyelesaikan skripsinya tentang budaya dan kepercayaan masyarakat pedesaan terhadap hal mistis. Ia tinggal di rumah sepupunya, Bude Narti, yang letaknya persis di tepi sawah dan dekat dengan hutan kecil yang dipercaya sebagai tempat bersemayamnya roh-roh penasaran.
"Ran, kalau malam jangan keluar rumah ya," pesan Bude Narti saat mereka makan malam.
"Kenapa, Bude? Takut binatang liar?" tanya Rani sambil tersenyum kecil.
"Bukan. Di sini ada suara-suara dari 'sana' yang suka manggil orang. Kalau dijawab, bisa ikut hilang," jawab Bude dengan wajah serius.
Rani mengangguk, meski dalam hati ia tidak terlalu percaya. Ia pikir itu hanya kepercayaan kuno yang dipertahankan oleh orang-orang desa.
Pada malam kedua, rasa penasaran Rani memuncak. Ia sengaja duduk di teras rumah sambil membawa perekam suara. Malam itu sangat sunyi, hanya terdengar suara jangkrik dan sesekali angin yang berdesir lembut.
Tiba-tiba, dari arah hutan, terdengar bisikan lirih.
"Rani… Rani… tolong aku…"
Rani berdiri kaget. Suara itu sangat dekat, seolah berbisik di telinganya sendiri. Ia menoleh ke sekitar, tapi tidak ada siapa-siapa.
"Halo? Siapa?" tanya Rani, mencoba tetap tenang.
Namun tak ada jawaban. Angin kembali hening, dan malam terasa semakin dingin.
Keesokan paginya, Rani memutar ulang rekaman suara yang ia dapat. Di tengah suara jangkrik, terdengar dengan jelas bisikan: "Tolong aku... jangan biarkan aku di sini..."
Ia menunjukkan rekaman itu kepada Bude Narti. Wajah Bude pucat mendengarnya.
"Suara itu... itu suara Sari!" ujar Bude dengan mata membelalak.
"Siapa Sari, Bude?" tanya Rani.
"Anak tetangga dulu. Hilang tujuh tahun lalu. Terakhir terlihat berjalan ke arah hutan waktu malam, katanya dengar suara ibunya memanggil. Tapi ibunya bilang tidak pernah manggil dia malam itu," jelas Bude dengan suara gemetar.
Rani mulai merasa ada yang tidak beres. Ia memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang Sari. Ia menemui Pak Karno, kepala dusun, dan menanyakan tentang hilangnya Sari.
"Itu memang aneh, Nak," kata Pak Karno. "Orang tua Sari percaya dia dipanggil oleh suara gaib. Sejak itu, tak pernah ditemukan jejaknya."
Malam berikutnya, Rani kembali duduk di teras, kali ini dengan lilin dan sesaji kecil yang ia dapatkan dari Pak Darto, dukun desa. Pak Darto mengatakan, jika arwah benar ingin menyampaikan pesan, maka ia akan datang melalui bisikan dan penglihatan.
Jam menunjukkan pukul 12 malam. Angin tiba-tiba berhenti, dan udara menjadi sangat dingin. Lilin yang menyala mulai bergetar apinya. Rani duduk tenang, meski jantungnya berdetak kencang.
Kemudian terdengar lagi bisikan itu, lebih jelas dari sebelumnya.
"Rani… aku di sini… bawah pohon beringin… aku tak bisa pulang…."
Mata Rani membelalak. Ia memegang perekamnya dan mencatat setiap kata. Keesokan paginya, ia bersama Bude Narti dan Pak Darto pergi ke pohon beringin tua di pinggir hutan, seperti yang dibisikkan semalam.
Dengan hati-hati mereka menyusuri jalan setapak. Saat tiba di bawah pohon beringin yang dimaksud, Pak Darto mulai membaca doa dan memercikkan air kembang. Tiba-tiba, seekor anjing liar menggonggong keras dan menggali tanah di bawah akar pohon.
"Astaghfirullah... lihat itu!" teriak Bude Narti.
Dari dalam tanah, terlihat sehelai kain kecil seperti milik anak-anak dan tulang-tulang kecil yang tertimbun. Polisi desa pun dipanggil dan menggali lebih dalam. Ternyata benar, kerangka seorang anak ditemukan di sana bersama liontin kecil yang diakui oleh ibunya Sari sebagai milik putrinya.
Desa pun geger. Arwah Sari akhirnya ditemukan setelah tujuh tahun menghilang. Prosesi pemakaman pun dilakukan dengan layak, dan warga desa percaya roh Sari akhirnya tenang.
Namun malam itu, saat Rani bersiap tidur, bisikan terakhir terdengar di telinganya—lembut dan menenangkan.
"Terima kasih… Rani… sekarang aku bisa pulang…"
Rani tersenyum, meski air matanya jatuh. Ia menuliskan semua kisah ini sebagai bagian dari skripsinya. Tapi di akhir catatannya, ia menulis:
“Terkadang, yang tidak terlihat lebih jujur daripada yang nyata. Dunia arwah bukan tempat yang jauh, ia ada di sekeliling kita. Dan kadang… mereka hanya ingin didengar.”
Tapi dua minggu setelah itu, kejadian aneh kembali terjadi. Warga mulai mengeluhkan suara-suara yang kembali terdengar, kali ini bukan hanya bisikan, tapi tangisan anak kecil di malam hari. Bahkan, ada beberapa anak kecil yang mengaku melihat “kakak perempuan” yang duduk di bawah pohon beringin sambil menangis.
Bude Narti mulai resah. “Jangan-jangan ada lebih dari satu arwah yang terperangkap di sana,” katanya pada Rani.
Rani, meskipun awalnya tidak percaya, mulai menyadari bahwa mungkin penemuan jasad Sari hanya satu bagian dari cerita. Ia kembali berkonsultasi dengan Pak Darto.
"Kalau arwah lain ikut terdorong untuk muncul karena terbukanya portal komunikasi lewatmu, Rani... kamu harus siap. Kadang kita tak hanya menerima satu pesan," ujar Pak Darto sambil menatap langit gelap.
Rani pun mulai mengalami mimpi-mimpi aneh. Dalam mimpinya, ia berada di hutan Sumbersari, dikelilingi oleh anak-anak dengan wajah pucat dan mata kosong. Mereka semua berkata hal yang sama: "Kami ingin pulang."
Ia mendatangi Pak Karno dan menanyakan apakah ada kasus anak hilang lainnya di masa lalu. Pak Karno terdiam, lalu menunjukkan sebuah arsip tua. Ada dua kasus serupa, satu pada tahun 1983 dan satu lagi pada 1997. Kedua anak itu hilang secara misterius di dekat hutan dan tidak pernah ditemukan.
“Mereka mungkin tak bisa bersuara. Tapi karena kamu bisa mendengar, mereka ingin bantu juga,” kata Pak Karno pelan.
Rani sadar, ini bukan lagi sekadar penelitian skripsi. Ini adalah panggilan. Bersama warga dan Pak Darto, mereka menggelar ritual besar untuk memohon petunjuk. Malam itu, saat dupa mengepul dan mantra dibacakan, Rani tiba-tiba kerasukan.
Dengan suara yang bukan miliknya, ia menunjuk arah timur hutan. "Di sana... di balik batu besar... tolong mereka..."
Esok paginya, warga menemukan dua gundukan tanah mencurigakan di lokasi yang disebutkan. Setelah digali, ditemukan dua kerangka anak kecil, masing-masing dengan sisa-sisa pakaian sekolah dasar yang sudah hancur oleh waktu.
Berita itu membuat desa Sumbersari kembali geger. Tiga arwah anak yang selama ini terperangkap akhirnya bisa ditemukan dan dimakamkan dengan layak.
Setelah malam itu, suara-suara aneh perlahan menghilang. Tidak ada lagi bisikan, tidak ada lagi tangisan. Desa kembali tenang.
Rani menyelesaikan skripsinya dengan judul: “Bisikan Gaib sebagai Medium Komunikasi Roh Tak Tenang di Masyarakat Tradisional”. Tapi dalam hatinya, ia tahu cerita ini lebih dari sekadar teori akademis. Ia adalah saksi bagaimana dunia arwah berusaha berbicara kepada dunia manusia, dan bagaimana hanya yang mendengarkan dengan hati yang bisa membantu mereka pulang.
Dan kini, setiap kali angin bertiup lembut dari arah hutan di malam hari, Rani hanya tersenyum. Karena ia tahu, suara yang dulu memanggilnya, kini telah tenang.
Posting Komentar