Hantu Penunggu Sumur yang Menyeramkan
Hantu Penunggu Sumur yang Menyeramkan di Desa Banyurip
Di sebuah desa kecil bernama Banyurip, tersembunyi di balik pegunungan Jawa Tengah, terdapat sebuah sumur tua yang konon dihuni oleh sosok gaib. Warga sekitar menyebutnya sebagai “Mbok Sum”, hantu penunggu sumur yang menyeramkan. Banyak kejadian ganjil terjadi di sekitar sumur itu, terutama saat malam bulan purnama.
Sumur itu terletak di belakang rumah tua yang telah lama kosong. Konon, rumah itu milik seorang dukun tua yang hilang secara misterius bertahun-tahun silam. Sejak kepergiannya, tak ada seorang pun yang berani menempati rumah itu, apalagi mendekati sumur tuanya.
Sore itu, Dika, seorang mahasiswa dari Yogyakarta, datang ke desa Banyurip untuk tugas akhir tentang mitos lokal. Ia memutuskan menginap di rumah pamannya yang tidak jauh dari rumah tua itu. Warga sudah mengingatkan Dika agar tidak mengusik sumur tersebut, tapi rasa penasarannya terlalu besar.
"Mas Dika, jangan dekati sumur itu ya. Kami semua sudah kapok," ujar Pak Slamet, tetua desa.
"Saya cuma mau ambil foto, Pak. Nggak bakal ganggu apa-apa," jawab Dika dengan santai.
Pak Slamet menggeleng pelan. "Sudah banyak yang bilang begitu, Mas. Tapi malamnya mereka kesurupan atau hilang akal."
Dika hanya tersenyum. Ia pikir itu cuma cerita lama untuk menakut-nakuti orang luar. Malam harinya, saat suasana desa sudah sunyi, Dika diam-diam membawa kameranya dan menuju ke belakang rumah tua itu.
Langit malam tampak terang karena bulan purnama menggantung bulat sempurna. Angin dingin berdesir melalui pohon-pohon bambu. Sumur tua itu berdiri sunyi, ditutupi lumut dan ilalang liar. Batu-batunya tampak retak, seperti pernah dihantam sesuatu.
Dika menyalakan kamera dan mulai mengambil gambar. Tiba-tiba, terdengar suara gemericik air dari dalam sumur, padahal tadi sumur itu tampak kering.
"Aneh..." gumam Dika sambil mendekat.
Ketika ia mengintip ke dalam sumur, angin dingin menyembur dari lubangnya, membuat bulu kuduknya meremang. Di dalam sumur, tampak bayangan samar seorang perempuan berambut panjang terurai, mengenakan kain lusuh berlumuran tanah.
"Siapa itu?!" Dika mundur beberapa langkah.
Perempuan itu mendongak. Matanya merah menyala, wajahnya pucat dengan luka besar di pipi. Ia mengeluarkan suara rintihan menyayat hati.
"Kembalikan... anakku... kembalikan..."
Dika terjatuh. Kamera terlepas dari tangannya dan terguling masuk ke dalam sumur. Ia berlari sekencang-kencangnya kembali ke rumah pamannya dengan napas tersengal.
Keesokan paginya, tubuh Dika demam tinggi. Ia meracau tidak jelas, menyebut-nyebut nama “Sumarti... Sumarti…” dan meminta maaf berkali-kali. Pamannya yang panik memanggil Pak Slamet dan beberapa warga lain untuk membantu.
“Dia melihat Mbok Sum,” kata Pak Slamet dengan nada berat. “Kita harus mengadakan ritual tolak bala.”
Hari itu juga, warga menggelar sesajen dan membakar dupa di dekat sumur. Seorang dukun dari desa sebelah datang memimpin ritual.
“Rohnya belum tenang. Ia masih mencari anaknya yang hilang bertahun-tahun lalu,” jelas dukun itu. “Anaknya dibuang ke dalam sumur oleh majikannya, dan sejak itu Mbok Sum gentayangan.”
Dika butuh tiga hari untuk pulih, tapi sejak kejadian itu, ia tak lagi berani menyentuh kamera. Ia memutuskan kembali ke Yogyakarta tanpa menyelesaikan penelitiannya. Di dalam hatinya, ia merasa bersalah karena telah mengusik sesuatu yang seharusnya tidak ia dekati.
Namun kisah tidak berhenti di sana.
Satu minggu setelah Dika pulang, salah satu warga desa bernama Roni yang diam-diam mengambil kamera Dika dari dalam sumur tiba-tiba menghilang. Beberapa warga mengaku mendengar suara tangisan perempuan dari dalam sumur pada malam Roni menghilang.
Setelah dicari selama dua hari, tubuh Roni ditemukan mengambang di sumur dengan wajah ketakutan luar biasa. Kamera Dika masih tergenggam erat di tangannya. Anehnya, rekaman di kamera menunjukkan sosok Mbok Sum berdiri di belakang Roni, meski tidak ada orang lain saat ia mengambil kamera.
Sejak itu, warga sepakat menutup sumur dengan batu besar dan menancapkan papan bertuliskan: “Dilarang Mendekat! Penunggu Sumur Masih Berkeliaran.”
Namun meski sumur sudah ditutup, ketenangan tidak kunjung datang. Setiap malam Jumat Kliwon, beberapa warga mengaku melihat bayangan perempuan berjalan di antara pekarangan rumah, dengan rambut panjang menjuntai dan kaki tak menyentuh tanah.
“Semalam aku lihat dia berdiri di depan pintu, nunduk dan nangis. Tapi waktu aku buka pintu, dia hilang,” kata Bu Lastri, seorang janda tua yang rumahnya dekat sumur.
Desa Banyurip mulai dihantui rasa takut. Anak-anak dilarang bermain setelah maghrib, dan suara gamelan mistis kadang terdengar dari arah sumur meskipun tidak ada siapa pun yang memainkan alat musik.
Pada suatu malam yang angin bertiup kencang, seorang pria muda bernama Heru yang baru pindah dari kota nekat membuka kembali papan penutup sumur karena tidak percaya dengan cerita warga.
“Ah, semua ini cuma mitos. Nggak masuk akal. Pasti ada orang yang sengaja nakut-nakutin,” kata Heru sambil tertawa.
Beberapa warga memperingatkannya, tapi Heru keras kepala. Ia membuka batu penutup sumur dan menyorotkan senter ke dalam. Saat itu juga, cahaya senternya padam, dan dari dalam sumur muncul bau anyir bercampur tanah basah yang sangat menyengat.
Heru muntah seketika. Telinganya berdenging, dan ia mendengar suara seorang perempuan yang menangis lirih di telinganya.
"Kau... seperti dia... kau buang anakku..."
Heru berteriak dan jatuh pingsan di dekat sumur. Warga segera mengangkatnya dan membawanya ke balai desa. Saat sadar, Heru menangis seperti anak kecil dan tidak bisa berbicara selama seminggu. Ia kemudian memutuskan pindah kembali ke kota tanpa pamit.
Sejak kejadian itu, tidak ada lagi yang berani menyentuh sumur tersebut. Bahkan mendekat pun tidak. Tapi suara-suara aneh, penampakan bayangan, dan bau anyir dari tanah sekitar masih sering muncul, seolah mengingatkan bahwa sesuatu dari masa lalu belum benar-benar selesai.
Pak Slamet, sebagai orang tertua di desa, suatu malam memutuskan untuk bercerita kepada para pemuda desa tentang kejadian sebenarnya yang dulu terjadi, yang disembunyikan dari generasi muda.
“Mbok Sum dulunya pembantu di rumah Pak Lurah zaman dulu. Ia dihamili oleh anak Pak Lurah tapi tidak diakui. Ketika bayinya lahir, anak Pak Lurah membuangnya ke sumur agar aib tidak terbongkar. Mbok Sum gila dan melompat masuk ke sumur itu sendiri... Sejak saat itu, rohnya tidak pernah tenang,” ujar Pak Slamet dengan mata berkaca.
Kisah tragis itulah yang menjadi akar kutukan sumur tua tersebut. Dendam dan kehilangan membuat roh Mbok Sum tetap bergentayangan, mencari keadilan dan anaknya yang direnggut darinya.
Meski cerita itu membuat bulu kuduk siapa pun berdiri, tapi semua warga kini tahu bahwa ketenangan hanya bisa didapat jika ada kejujuran dan pertobatan. Namun sudah terlambat, karena tidak ada lagi yang tahu siapa anak Pak Lurah yang menjadi biang masalah. Semua yang terlibat telah mati atau pergi meninggalkan desa.
Dan sumur itu... tetap berdiri, diam, dan kelam.
Jika suatu malam kamu berjalan melewati Desa Banyurip dan mendengar suara lirih berkata “Kembalikan anakku…”, maka cepatlah menjauh. Jangan menoleh ke belakang. Jangan jawab apapun. Karena mungkin, Mbok Sum sedang berdiri tepat di belakangmu…
Posting Komentar