Pesan dari Arwah Penumpang Ojek Online

Table of Contents
Pesan dari Arwah Penumpang Ojek Online - Cerpen Horor Mania

Perjalanan Terakhir Arwah Penumpang Ojek

Malam itu hujan rintik membasahi jalanan kota Malang. Angin dingin menusuk tulang dan lampu jalan berkedip-kedip seperti lelah menyala. Rudi, seorang driver ojek online, baru saja selesai mengantar penumpang terakhirnya ke kawasan Soekarno Hatta. Ketika ia hendak mematikan aplikasi, tiba-tiba notifikasi masuk: satu permintaan antar dari Jalan Raya Tlogomas ke kawasan pemakaman Samaan.

“Pemakaman? Malam-malam begini?” gumam Rudi, merasa ragu.

Namun karena insentif malam hampir terpenuhi, ia menerima orderan itu. Lokasi penjemputan hanya 500 meter dari tempatnya berada. Ia pun mengarahkan motornya ke titik tersebut. Di bawah lampu jalan yang remang, ia melihat sosok perempuan berdiri mengenakan gaun putih panjang dan masker medis. Rambutnya terurai panjang dan kaku, wajahnya tidak terlihat jelas.

“Mbak Nur?” tanya Rudi sambil melirik ponsel untuk mencocokkan nama pemesan.

Perempuan itu hanya mengangguk pelan. Ia naik ke jok belakang tanpa sepatah kata pun. Motor pun melaju membelah malam menuju arah pemakaman.

Selama perjalanan, suasana sangat hening. Bahkan suara mesin motor pun terasa seperti berbisik. Rudi mencoba mencairkan suasana.

“Mbak, nggak takut ke pemakaman malam-malam?” tanyanya sambil menoleh sedikit.

“Saya... harus ke sana. Ada yang harus saya sampaikan,” jawab perempuan itu lirih, hampir tak terdengar.

Rudi mengangguk, meskipun merasa sedikit merinding. Bau melati mulai tercium samar. Angin malam tiba-tiba terasa lebih dingin. Jalan menuju pemakaman Samaan semakin sepi, hanya satu-dua mobil lewat.

Sesampainya di depan gerbang pemakaman, perempuan itu turun tanpa mengucap apa-apa. Ia hanya menatap Rudi dengan mata yang dalam dan kosong.

“Terima kasih, Mas Rudi...” katanya lirih. “Saya titip satu pesan. Tolong sampaikan ke ibu saya di Jalan Candi Panggung nomor 12... bilang bahwa saya minta maaf, dan saya nggak sempat pamit waktu itu...”

Rudi terpaku. “Lho, kok tahu nama saya? Saya belum bilang siapa saya, Mbak...”

Namun saat ia menoleh ke belakang, perempuan itu sudah tidak ada. Kosong. Tak ada siapa pun di belakangnya.

Rudi langsung turun dari motor. Ia menyenter area sekitar, tapi tak menemukan jejak. Hanya ada hawa dingin dan suara jangkrik di antara nisan-nisan tua. Jantungnya berdebar keras. Ia buru-buru kembali naik motor dan melajukan kendaraan tanpa menoleh lagi.

Sesampainya di rumah, ia masih terguncang. Namun rasa penasaran mendorongnya untuk mencari alamat yang disebut oleh perempuan itu: Jalan Candi Panggung nomor 12. Keesokan harinya, setelah menyelesaikan beberapa order pagi, ia menyempatkan diri menuju alamat itu.

Di depan rumah bercat hijau pudar, seorang ibu paruh baya membuka pintu. Matanya sembab dan wajahnya lelah.

“Maaf, Bu... saya Rudi, driver ojek online. Saya hanya ingin menyampaikan pesan dari seseorang bernama... Nur,” ujar Rudi, sedikit ragu.

Wajah ibu itu seketika berubah pucat. “Nur...? Anak saya? Dia... sudah meninggal seminggu lalu, Mas...”

Rudi tercekat. “Tapi... tadi malam saya antar dia ke pemakaman Samaan. Dia naik motor saya, duduk di belakang. Dia bilang minta disampaikan pesan maaf dan permintaan pamit ke Ibu...”

Air mata ibu itu langsung tumpah. Ia menutup mulutnya, tubuhnya bergetar. “Ya Allah... Nur... kamu masih sempat mikirin Ibu...”

Rudi pun diajak masuk dan ditunjukkan foto-foto Nur semasa hidup. Ia memastikan: perempuan dalam foto itulah yang ia antar malam itu. Gaun putih yang sama. Rambut yang sama. Wajah yang... kini menghantui pikirannya.

Sejak malam itu, Rudi sering termenung. Ia tak pernah lagi menerima orderan ke arah pemakaman. Namun ia merasa bersyukur karena telah menjadi pengantar pesan terakhir dari seorang arwah kepada ibunya.

Beberapa hari kemudian, di dashboard aplikasinya, ada satu notifikasi aneh. Nama pemesan: Nur. Titik penjemputan: makam Samaan. Tujuan: tidak ada. Rudi segera menutup aplikasi dan menghapus cache. Tapi malam itu, ia merasa ada yang duduk di jok belakang motornya. Angin berdesir pelan, dan bau melati kembali menyeruak.

“Terima kasih, Mas Rudi...” suara itu terdengar lirih, namun jelas di telinganya.

Rudi tidak menoleh. Ia hanya menatap lurus ke jalanan malam dan mempercepat laju motornya. Di dalam hatinya, ia berdoa... semoga Nur benar-benar tenang di alam sana.

Tapi rupanya cerita belum berakhir. Malam-malam berikutnya, beberapa driver lain mulai membicarakan hal aneh di grup ojek online lokal. Ada yang mendapat orderan dari nama tak dikenal, lalu tiba-tiba lokasi penjemputannya berubah sendiri ke... pemakaman Samaan.

“Gue juga pernah, Bro,” kata Dani, salah satu teman Rudi. “Waktu itu ada yang naik, cewek. Diam aja, duduk belakang. Pas sampai di perempatan Candi, dia bilang, ‘Maaf aku salah jalan.’ Eh pas gue toleh, hilang.”

Cerita itu membuat bulu kuduk Rudi berdiri. Ia menceritakan kejadian Nur kepada Dani dan beberapa rekan lainnya. Mereka semua terdiam, ada yang langsung membaca doa dalam hati.

Karena penasaran, Rudi memutuskan untuk kembali ke makam Samaan pada malam Jumat. Ia membawa bunga dan air doa. Di salah satu nisan, ia menemukan nama: Nur Fitriani. Tanggal wafatnya sama persis dengan waktu ia mendapat orderan misterius itu.

Ia duduk di depan pusara Nur dan menabur bunga. Hatinya terasa hangat namun sedih. Dalam keheningan malam, suara lembut terdengar di telinganya.

“Terima kasih, Mas Rudi. Sudah sampaikan pesan saya...”

Rudi menunduk. Air matanya jatuh begitu saja. Ia merasa damai, meskipun rasa takut masih menyelimutinya. Tapi sejak saat itu, tak pernah lagi ada order dari nama Nur. Tak ada lagi bau melati di malam hari. Seakan-akan... arwah itu sudah benar-benar berpamitan.

Namun kisah itu menyebar cepat di kalangan driver ojek online kota Malang. Bahkan beberapa warga sekitar makam Samaan mengaku sering melihat bayangan perempuan berjalan di sekitar area makam, mengenakan gaun putih panjang, wajahnya pucat, dan langkahnya tanpa suara.

Salah satu penjaga makam, Pak Ruslan, berkata pada Rudi ketika ia mengunjungi makam lagi suatu sore, “Saya sering lihat dia, Mas. Tapi nggak pernah ganggu. Dia cuma diam, duduk di dekat nisannya sendiri, kayak sedang menunggu seseorang.”

Rudi hanya mengangguk. Dalam hatinya, ia tahu Nur tak lagi menunggu. Ia sudah menyampaikan pesan terakhirnya. Tapi dunia ini menyimpan banyak misteri — dan mungkin, tidak semua pesan selalu bisa dikirim lewat ponsel. Kadang, harus lewat perantara yang tidak disengaja.

Sejak saat itu, Rudi menyimpan bunga melati kering di jok depan motornya. Sebagai bentuk penghormatan. Dan sebagai pengingat bahwa malam itu, ia telah menjadi bagian dari kisah yang tidak akan pernah ia lupakan.

Dan siapa tahu... suatu malam, ketika jalanan kembali sepi dan aplikasi kembali menyala, ada pesan baru yang masuk. Mungkin bukan dari dunia ini. Tapi dari mereka... yang masih ingin berpamitan.

Posting Komentar