Satu Tahun Hidup dengan Hantu Istri

Daftar Isi
Kisah Rumah Tangga, Istri yang Terlihat Menyeramkan - Cerpen Horor Mania

Kisah Rumah Tangga: Istri yang Terlihat Menyeramkan

Namaku Bayu. Aku seorang pegawai kantoran biasa yang tinggal di kota kecil di Jawa Tengah. Sudah satu tahun aku hidup bersama istriku, Ayu, di rumah warisan orang tua yang berada di pinggiran desa. Rumah itu cukup besar dan terletak agak terpencil, dikelilingi pohon bambu dan jalanan sepi. Tapi sejak kami tinggal di sana, ada sesuatu yang terasa... berbeda.

Ayu adalah sosok istri yang pendiam. Sejak awal pernikahan, dia memang tidak banyak bicara. Tapi sejak kami pindah ke rumah ini, dia semakin jarang bersuara. Dia sering menghilang dari pandanganku, muncul tiba-tiba di dapur atau berdiri diam di pojok kamar. Kadang aku berpikir dia mungkin stres, atau masih beradaptasi dengan lingkungan baru.

“Ayu, kamu kenapa? Sakit?” tanyaku suatu malam ketika melihat dia duduk termenung di ruang tengah, wajahnya tertutup rambut panjang, dan tubuhnya gemetar pelan.

“Aku nggak apa-apa,” jawabnya pelan, nyaris seperti bisikan. Tapi sorot matanya... kosong. Pucat. Dingin.

Kejanggalan-kejanggalan mulai muncul. Kadang aku terbangun di tengah malam dan mendengar suara isak tangis dari kamar mandi. Saat kubuka pintunya, tak ada siapa pun di dalam. Tapi lantainya basah, seperti baru saja ada orang mandi.

Suatu malam, aku melihat Ayu sedang berdiri di halaman belakang, menatap ke arah sumur tua yang sudah lama tidak dipakai.

“Ngapain di luar malam-malam gini?” tanyaku sambil meraih bahunya. Tubuhnya dingin, sangat dingin.

“Dia belum pergi...” bisiknya pelan, tanpa menatapku.

“Siapa yang belum pergi?” tanyaku bingung. Tapi Ayu hanya menggeleng dan berjalan masuk ke rumah.

Perilakunya semakin aneh. Ia jarang makan. Kadang aku mendapati piringnya penuh tapi kosong esok harinya, tanpa ada bekas dimakan. Pernah sekali aku mencoba menyentuh tangannya saat makan malam, dan kulitnya terasa kaku... seperti tubuh yang tidak bernyawa.

Tetangga-tetangga mulai membicarakan kami. Ada yang bilang rumah itu sudah lama angker. Ada juga yang berbisik kalau malam-malam sering terdengar suara perempuan menangis dari arah rumah kami. Bahkan anak-anak kecil yang bermain di sekitar rumahku menghindari halaman depan, katanya mereka sering melihat "mbak rambut panjang berdiri di jendela lantai atas".

Sampai akhirnya suatu sore, aku bertemu dengan Bu Ratmi, tetangga tua yang tinggal di ujung jalan. Wajahnya serius saat ia memanggilku diam-diam.

“Mas Bayu, maaf ya, saya sudah lama pengin ngomong. Tapi saya takut,” katanya pelan. “Istri Mas... Ayu... dia sudah meninggal satu tahun lalu.”

Jantungku serasa berhenti berdetak.

“Apa maksud Ibu?” tanyaku, bingung.

“Kami semua lihat waktu itu... polisi bawa jenazah dari rumah Mas. Ayu ditemukan meninggal... di kamar mandi. Katanya diperkosa dan dibunuh. Tapi setelah kejadian itu, Mas Bayu malah seperti lupa semuanya. Hidup sendiri. Tapi kami... kami sering lihat Ayu lewat jendela, berdiri di balkon...”

“Itu tidak mungkin!” seruku. “Aku tinggal bersama Ayu! Kami makan, tidur, hidup bersama!”

“Mas... kami semua tahu. Tapi mungkin Mas nggak sadar. Mungkin... dia belum bisa pergi.”

Malam itu aku pulang dengan pikiran kacau. Aku menatap Ayu yang duduk di meja makan. Ia tersenyum samar, tapi senyumnya... tidak seperti biasanya. Wajahnya pucat, matanya sayu, tubuhnya seolah tak menyentuh lantai. Ketika aku mencoba menggenggam tangannya, telapak tanganku menembus udara. Dia... tak ada.

Dengan tangan gemetar, aku membuka lemari tua di kamar. Di dalamnya, aku menemukan album foto pernikahan kami. Tapi... halaman terakhir adalah berita koran yang dilaminating. Berita tentang seorang wanita muda yang ditemukan tewas di kamar mandi, dengan luka kekerasan di sekujur tubuhnya. Nama korban: Ayu.

Aku terduduk lemas di lantai. Ingatanku mulai pecah. Malam itu, aku ingat pulang dari lembur. Rumah gelap. Bau amis menyengat dari kamar mandi. Suara tangis... dan kemudian aku melihat tubuh Ayu tergeletak, bersimbah darah. Tapi setelah itu... semuanya kabur. Dan sejak saat itu, aku hidup seperti biasa... seolah Ayu masih bersamaku.

Aku menatap ke arah pintu kamar. Ayu berdiri di sana. Tapi kini wajahnya berubah. Kulitnya pucat kehijauan, matanya hitam legam, dan bibirnya membiru. Rambutnya basah meneteskan air.

“Kamu sudah ingat, Bayu?” tanyanya. Suaranya seperti dari dasar sumur. Dingin. Menyeramkan.

“A-Ayu... kenapa... kenapa kamu kembali?”

Dia mendekat perlahan, langkahnya tak bersuara.

“Karena kamu... tak pernah mencariku. Kamu tak tahu siapa yang melakukannya. Kamu hidup seolah aku tak pernah mati.”

Air mata mengalir dari mataku. “Aku... aku tidak tahu. Aku tidak ingat. Maafkan aku...”

“Aku ingin kau tahu, Bayu. Aku belum tenang. Pelakunya... masih bebas. Dan aku... terjebak di sini.”

Dalam keputusasaan, aku memutuskan menghubungi polisi dan membuka kembali kasus lama Ayu. Butuh waktu berminggu-minggu, tapi akhirnya terungkap. Pelakunya adalah salah satu tukang bangunan yang merenovasi rumah kami saat awal pindah. Ia sempat tinggal beberapa hari di kamar belakang. Bukti dan jejak DNA yang tertinggal akhirnya menyeretnya ke penjara.

Dan setelah pelaku ditangkap, Ayu mulai menghilang perlahan. Ia tak lagi duduk di meja makan. Tak lagi berdiri di balkon. Tak lagi muncul di cermin saat malam tiba.

Aku masih tinggal di rumah itu. Sendirian. Tapi kini, sunyinya berbeda. Tidak ada lagi suara tangis. Tidak ada langkah kaki di malam hari. Tapi ada malam-malam di mana aku bangun dan merasa seseorang menatapku. Ketika aku menoleh, tak ada siapa pun. Hanya dingin menusuk, dan aroma melati yang samar.

Suatu malam, aku mendengar suara pintu kamar terbuka perlahan. Aku membeku di tempat tidur. Lalu suara langkah pelan mendekat... dan suara bisikan lembut di telingaku: “Terima kasih, Bayu...”

Setelah malam itu, aku tidak pernah lagi merasa takut. Meskipun hidup sendiri, aku tahu Ayu telah tenang. Dan entah mengapa, aku merasa... ia masih di sini. Tapi bukan untuk menakutiku. Ia menjaga.

Semenjak kejadian itu, banyak yang ingin membeli rumah kami. Beberapa media bahkan sempat mengangkat kisah ini sebagai “rumah hantu dengan kisah cinta tragis.” Tapi aku menolak menjualnya. Rumah ini menyimpan kenangan, dan... roh yang pernah tersesat.

Aku menulis kisah ini agar orang tahu. Bahwa kadang, kehadiran mereka yang telah tiada bukan untuk menakutkan. Tapi untuk menyampaikan sesuatu. Dan jika kita bersedia mendengarkan... mereka akan tenang.

Catatan: Jika suatu hari kamu merasa orang terdekatmu berubah... jangan abaikan. Bisa jadi mereka bukan lagi seperti yang kamu kenal. Bisa jadi, mereka datang dari dunia lain, membawa pesan yang belum sempat terucap.

Posting Komentar