Ketika Bayangan Hidup Kembali
Sosok Perempuan di Balik Jendela Rumah
Di sebuah desa sunyi di lereng Gunung Lawu, terdapat sebuah rumah tua yang sudah lama ditinggalkan. Warga sekitar menyebutnya “Rumah Kartini” karena dulunya ditempati seorang guru wanita bernama Bu Kartini. Namun setelah beliau menghilang secara misterius dua dekade silam, rumah itu dibiarkan kosong, terkunci rapat, dan hanya sesekali terdengar bisik-bisik dari balik jendelanya.
Adit, seorang mahasiswa arsitektur dari Surakarta, tertarik menjadikan rumah tua itu sebagai objek skripsinya. Ia percaya arsitektur kolonial yang melekat pada bangunan tersebut menyimpan nilai historis tinggi. Meski warga desa mewanti-wanti untuk tidak mendekatinya, Adit tetap bersikeras. Ia bahkan memutuskan untuk menginap semalam di sana.
"Mas, rumah itu bukan tempat biasa. Banyak yang pernah coba masuk, tapi nggak kuat semalam," kata Pak Lurah sambil menatap tajam.
"Saya bukan orang yang mudah takut, Pak. Ini demi riset akademik. Saya janji nggak akan merusak apa pun," jawab Adit dengan senyum, menenteng kamera dan buku catatannya.
Menjelang sore, Adit mulai memotret bagian luar rumah. Jendela-jendela besar dan berdebu menjadi objek favoritnya. Namun saat hendak memotret jendela lantai dua, ia seperti melihat bayangan seorang wanita berdiri di balik tirai.
"Bayangan pohon mungkin," gumamnya mencoba menenangkan diri.
Malam pun tiba. Adit mendirikan tenda kecil di ruang tengah. Senter, kamera, dan laptop ia letakkan dekat jangkauan. Ketika sedang mencatat detail ornamen langit-langit, terdengar suara ketukan dari arah dapur.
Tok... tok... tok...
Adit menoleh, tapi tak melihat siapa pun. "Tikus barangkali," bisiknya.
Namun suara itu kembali terdengar, kali ini disertai langkah kaki diseret.
“Tap... sreeet... tap...”
Adit berdiri, menggenggam senter, menuju dapur. Ia menyorot tiap sudut. Tak ada apa pun. Tapi saat ia berbalik, dari arah jendela, terlihat jelas sosok perempuan berambut panjang dengan kebaya lusuh, berdiri diam memandangnya. Wajahnya pucat, matanya kosong, dan darah menetes dari dagunya.
"Siapa kamu?!" teriak Adit, tapi perempuan itu menghilang begitu saja.
Ia berlari ke ruang tengah, menyalakan laptop dan memutar rekaman kamera. Di sana terlihat: sosok perempuan itu sudah berdiri di jendela lantai dua sejak sore, menatap kamera tanpa bergerak.
Adit mulai gelisah. Ia mencoba tidur, tapi suara tangisan samar terdengar dari loteng rumah.
"Hiks... hiks... jangan tinggalkan aku..."
Dengan gemetar, Adit naik ke loteng. Tangga kayu tua berderit. Bau amis menyengat menyambutnya. Di sudut ruangan, ada cermin besar tertutup kain putih. Ia menarik kain itu—dan yang terlihat di cermin bukan dirinya, tapi perempuan tadi. Berdiri di belakangnya, tersenyum getir.
"Kamu... yang akan menggantikan aku..." bisiknya lirih.
Adit berteriak dan menjatuhkan senter. Ia berlari menuruni tangga dan keluar rumah. Tapi saat tiba di luar, rumah itu bukan lagi rumah tua. Melainkan bangunan baru, terang benderang. Ia menoleh ke belakang. Tak ada rumah tua, hanya tanah kosong.
Seorang perempuan muda menghampirinya. "Mas, nggak papa? Kok berdiri sendiri di lahan kosong?"
"Tadi... rumah itu... ada rumah tua di sini..." ucapnya bingung.
"Rumah Kartini udah dibongkar lima tahun lalu. Katanya angker. Tapi sekarang mau dibangun perumahan baru."
Adit membuka kameranya. Semua file hilang. Kecuali satu foto: sosok perempuan di balik jendela lantai dua, menatap lurus ke arah kamera.
Keesokan harinya Adit kembali ke kota. Ia mencoba menceritakan semuanya ke dosennya, tapi tak ada yang percaya. Semua mengira ia halusinasi karena tekanan skripsi.
Malamnya, saat akan mematikan laptop, muncul satu file baru di folder kamera. Dengan jantung berdebar, ia membukanya. Terlihat dirinya sedang tidur di dalam rumah itu. Sosok perempuan berdiri tepat di belakang tendanya, berbisik, “Kamu sudah kupilih.”
Layar laptop mati seketika. Dari balik jendela kos, Adit melihatnya. Berdiri. Diam. Sorot mata kosong. Kali ini... lebih dekat.
Hari-hari berikutnya, Adit mulai berubah. Ia jarang keluar kamar. Tubuhnya makin kurus. Teman-teman mengira ia stres. Namun yang sebenarnya, setiap malam Adit bermimpi terjebak di dalam rumah Kartini. Rumah itu hidup. Dindingnya bernafas, lantainya berdarah. Dan sosok perempuan itu terus membisiki telinganya, seolah menanamkan sesuatu dalam pikirannya.
“Tinggallah bersamaku... selamanya...”
Satu malam, Adit menghilang dari kos. Tidak ada yang tahu ke mana ia pergi. Namun satu hal aneh terjadi: warga desa di Gunung Lawu kembali melihat cahaya dari jendela rumah Kartini—padahal rumah itu sudah rata dengan tanah.
Beberapa pendaki yang lewat malam hari mengaku melihat sosok pria berdiri di dalam rumah yang tak ada itu. Sosoknya pucat, matanya kosong. Seperti... Adit.
Dan di salah satu forum supranatural, seseorang membagikan foto baru. Sebuah rumah tua berdiri megah dengan jendela tinggi. Di balik jendela, dua sosok berdiri: seorang perempuan berkebaya dan seorang pemuda berkemeja. Menatap lurus... ke arah siapa pun yang melihatnya.
“Rumah itu butuh penghuni. Ia tak mau kosong terlalu lama...” tulis caption foto itu.
Posting Komentar