Misteri Payung Berbulu Tanah Lot

Table of Contents
Misteri Payung Berbulu di Tanah Lot - Cerpen Horor Mania

Kisah Horor Payung Berbulu Tanah Lot

Langit sore di Tanah Lot terlihat begitu mempesona. Ombak menghantam karang dengan irama yang konstan, membuat banyak turis terpukau. Namun, di antara riuhnya suara laut, Arman merasa ada sesuatu yang aneh sejak ia menginjakkan kaki di kawasan pura itu. Ia adalah fotografer lepas yang sedang mencari inspirasi untuk pameran bertema "Indonesia Mistis".

"Mas, kalau mau foto di sini hati-hati ya," ujar seorang bapak tua penjaga warung di pinggir jalan. "Jangan sampai bawa pulang barang aneh dari sini."

Arman tersenyum singkat, mengira itu hanya peringatan biasa. Ia berjalan ke arah pura, melewati jembatan batu yang basah oleh percikan ombak. Di sudut pura, matanya tertuju pada sebuah payung upacara yang berbeda dari lainnya. Payung itu berwarna hitam pekat, dengan hiasan seperti bulu-bulu halus yang bergerak pelan, meski angin sore nyaris tak terasa.

"Payung itu... kenapa beda?" gumam Arman sambil mengangkat kamera.

Tiba-tiba seorang wanita berpakaian kebaya putih menghampirinya. Wajahnya teduh, tapi matanya dalam dan penuh rahasia. "Jangan difoto. Dia tidak suka," katanya pelan.

Arman mengerutkan kening. "Dia?"

Wanita itu tidak menjawab, hanya menunduk lalu berjalan menjauh. Arman yang penasaran akhirnya tetap memotret. Begitu kamera mengklik, hembusan angin tiba-tiba kencang, membuat payung itu bergetar hebat. Suara seperti bisikan samar terdengar di telinganya, namun tak jelas dari mana asalnya.

Malam harinya, di penginapan, Arman memeriksa hasil fotonya. Semua foto tampak normal, kecuali satu: foto payung itu. Di layar, payung terlihat seperti berdenyut, bulu-bulunya memanjang, dan di belakangnya tampak siluet wanita berambut panjang dengan mata merah menyala.

"Apa ini...?" Arman bergumam, tiba-tiba listrik kamar padam. Ia hanya bisa mendengar suara ombak dari kejauhan. Namun, di sela gelap, terdengar suara gesekan seperti sesuatu yang menyeret di lantai. Perlahan, dari sudut kamar, muncul sosok wanita berkebaya putih—wanita yang ia temui sore tadi—tapi kini wajahnya pucat membiru, bibirnya sobek hingga ke pipi, dan matanya kosong.

"Kembalikan... fotonya..." suaranya serak, seakan keluar dari dalam tanah.

Arman mundur, kakinya tersandung koper. "A-aku akan hapus! Aku akan hapus!"

Wanita itu mendekat, tapi tiba-tiba menghilang seperti asap. Lampu kembali menyala. Arman, dengan tangan gemetar, segera menghapus foto itu dari kameranya. Namun saat ia melihat layar, file itu sudah tidak ada—seolah-olah terhapus sebelum ia menyentuh tombol.

Keesokan harinya, Arman memutuskan untuk kembali ke pura. Ia ingin memastikan bahwa semua hanya halusinasi. Namun saat ia tiba di lokasi, payung hitam berbulu itu sudah tidak ada. Ia bertanya pada seorang pemangku pura.

"Payung itu? Tidak pernah ada di sini, Nak," jawab pemangku itu sambil menatapnya lama. "Tapi... kalau kau melihatnya, berarti dia sudah memilihmu."

"Memilihku? Maksudnya?" tanya Arman dengan dahi berkerut.

Pemangku pura itu menghela napas berat. "Payung berbulu adalah penjaga lama pura ini. Ia muncul hanya untuk orang tertentu, biasanya yang membawa pulang ‘sesuatu’ yang tak seharusnya. Dan sekali kau dipilih... kau tidak akan bisa menghindar."

Perasaan dingin merayapi punggung Arman. Ia buru-buru meninggalkan pura dan berniat kembali ke Jakarta. Namun di perjalanan menuju bandara, mobil yang ia tumpangi tiba-tiba mogok di tengah jalan sepi. Sopirnya keluar untuk memeriksa mesin, sementara Arman menunggu di dalam. Angin malam berhembus, dan di kaca jendela mobil, pantulan wajahnya berubah—matanya merah, bibirnya sobek, dan di belakangnya... payung hitam berbulu berdiri tegak, bulu-bulunya bergerak seperti hidup.

"Kita ketemu lagi..." suara wanita itu terdengar jelas di telinganya.

Arman menjerit, namun suaranya tenggelam oleh suara ombak yang entah bagaimana terdengar begitu dekat, meski laut seharusnya berjarak beberapa kilometer. Pandangan matanya mengabur, dan sebelum gelap menelannya, ia sempat melihat payung itu terbuka perlahan, seakan ingin menelannya bulat-bulat.

Keesokan paginya, mobil yang ditumpangi Arman ditemukan kosong di tepi jalan. Sopirnya ditemukan pingsan di semak-semak, mengaku tak ingat apa-apa. Hanya ada satu benda yang tertinggal di jok belakang: sebuah payung hitam, dengan bulu-bulu halus yang basah oleh air laut.

Namun kisah Arman tidak berakhir di situ. Tiga hari kemudian, di sebuah galeri kecil di Denpasar, seorang pegawai menerima kiriman paket tanpa pengirim. Isinya: kamera milik Arman. Ketika pegawai itu mencoba menyalakan kamera, layar menampilkan satu-satunya foto—foto payung berbulu dengan Arman berdiri di sampingnya, matanya merah, bibir sobek, dan kulitnya pucat seperti mayat.

Kabar itu menyebar cepat di komunitas fotografer. Beberapa orang mencoba menelusuri keberadaan Arman, namun tidak ada catatan tentang kepulangannya. Bahkan pihak kepolisian yang memeriksa kasusnya mengaku merasa aneh, karena rekaman CCTV bandara menunjukkan Arman berjalan sendirian di lorong menuju pesawat, lalu... menghilang di tengah langkah.

Sejak saat itu, para wisatawan yang datang ke Tanah Lot mulai mendengar desas-desus tentang payung berbulu. Konon, jika kau melihatnya, jangan berani menyentuh atau memotretnya. Beberapa warga setempat bahkan percaya bahwa payung itu bisa mengikuti korbannya hingga ke rumah.

Sebuah kesaksian datang dari seorang perempuan asal Surabaya bernama Sinta. Ia mengaku pernah melihat payung itu saat berlibur bersama suaminya. Awalnya ia mengira itu hanya dekorasi upacara. Namun keesokan malamnya, ia mendengar suara basah seperti bulu yang digesek-gesek di pintu kamar hotelnya. Ketika membuka pintu, ia hanya melihat koridor kosong, namun di ujung lorong tampak bayangan payung hitam dengan bulu-bulu panjang melambai-lambai.

Sinta mencoba mengabaikannya, tapi sejak kembali ke Surabaya, ia terus dihantui mimpi yang sama: berdiri di tebing Tanah Lot, sementara ombak membawa bisikan yang memanggil namanya. Dalam mimpinya, payung itu perlahan terbuka, dan dari dalamnya keluar tangan-tangan pucat yang berusaha menariknya masuk.

Beberapa minggu kemudian, Sinta ditemukan tewas di kamarnya, pintu terkunci dari dalam. Yang aneh, di samping jasadnya terdapat genangan air asin dan beberapa helai bulu halus yang tidak diketahui asalnya.

Bagi warga lokal, kejadian itu hanya memperkuat keyakinan bahwa payung berbulu adalah entitas kuno yang menjaga rahasia pura. Beberapa mengatakan payung itu berasal dari zaman kerajaan, digunakan dalam upacara khusus untuk memanggil roh penjaga laut. Seiring waktu, roh tersebut menjadi haus akan jiwa manusia, terutama mereka yang berani mengabadikannya dalam foto.

Hingga kini, tidak ada yang tahu pasti di mana payung berbulu itu berada. Kadang ia terlihat di Tanah Lot, kadang di tempat-tempat lain di Bali, bahkan ada yang mengaku melihatnya di pantai-pantai jauh dari pura. Dan satu hal yang selalu sama: setiap orang yang pernah melihatnya dengan jelas... akan hilang dalam waktu 40 hari.

Beberapa paranormal mencoba menghentikan kutukan itu, namun gagal. Mereka mengatakan bulu-bulu di payung itu adalah rambut korban yang terperangkap selamanya di dalamnya. Setiap kali payung itu terbuka, roh-roh korban menjerit, memanggil nama orang yang akan menjadi mangsa berikutnya.

Sampai hari ini, warga Tanah Lot percaya, jika kau melihat payung berbulu itu, jangan sekali-kali mencoba memotretnya. Sebab setiap bulu di payung itu konon adalah rambut dari orang-orang yang telah ‘dipilih’ dan tak pernah kembali. Dan jika suatu malam kau mendengar suara ombak di tempat yang jauh dari laut... mungkin ia sedang mencarimu.

Posting Komentar